Seminar yang diprakarsai oleh Dr. Marwan Batubara dkk ini menghadirkan pembicara diantaranya Komaruddin Simanjuntak, Abdullah Hehamahua, Irma Hutabarat dan Letjen (Purn) Marinir Suharto.
Komaruddin Simanjuntak, Pengacara yang membela keluarga Brigadir Nofriansyah Joshua (alm) yang dari awal kasus ini, 3 hari kematian baru ada konferensi pers, dari awal meyakini bahwa ini pembunuhan berencana, bukan pula tembak menembak seperti narasi awal Polri. “Ini skenario terstruktur, sehingga oknum-oknum menyampaikan tembak menembak dan ada pelecehan seksual,” ujar Komaruddin. Lanjutnya, oleh karena itu pasca keluarga melihat jenazah meminta autopsi ulang, namun ternyata autopsi ulangpun soal pernyataan tidak ada penganiayaan selain tembakan bertentangan dengan pengakuan langsung tersangka Bharada Richard Eliezer yang tersangka ini mengatakan, kami jambak-jambak rambutnya diseret dari luar. “Tersangka saja mengakui, berkata tidak ada penganiayaan itu sudah merupakan kejahatan, sebab menjambak ataupun menyeret itu suatu bentuk penganiayaan,” ungkap Komaruddin. Namun dokter forensik berkata sebaliknya, padahal dilihat dari photo-photo jenazah, kata dia, jelas terlihat luka akibat penganiayaan.” Dokter forensik macam dukun saja dia, bilang tak ada penganiayaan, dari photo saja jelas nampak penganiayaan,” ujarnya.
Sementara itu Abdullah Hehamahua, SH., MH. dalam paparannya menyatakan bahwa dari kekayaan yang dimiliki Ferdy Sambo sangat tidak masuk akal, memiliki banyak rumah mewah, kendaraan mewah meskipun untuk kendaraan sudah menjadi rahasia umum susah untuk dibuktikan karena biasanya nama orang lain atau perusahaan, tetapi fakta dia gunakan sehari-hari. Harta kekayaan juga belum diumumkan.
“Ferdy Sambo ini melibatkan lebih dari 80 diduga pelanggaran kode etik. Sejumlah itu bukan lagi oknum, tetapi peleton. Rusak nama institusi dibuatnya,” ujar Abdullah Hehamahua mantan penasehat KPK ini. Ditanya bagaimana memperbaiki, ia menyatakan, bubarkan dulu, pilih yang baik-baik baru bentuk kembali.
Sementara aktivis senior yang sempat mengisahkan sibuknya saat awal mula pembentukan KPK jaman Gus Dur, Irma Hutabarat menyinggung adanya dugaan kuat bahwa penegakan hukum penuntasan kasus Brigadir Joshua dihalang-halangi oknum-oknum yang terlibat. “Ada sistem yang berjalan memberikan peluang melakukan tindakan kejahatan,” ujarnya.
Giliran Letjen (Purn) Marinir Suharto menjelaskan aturan baku polisi memegang senjata hanya untuk memberikan peringatan, melumpuhkan, bukan membunuh.” Ini sudah melanggar berlebihan, “jelasnya.
Penghujung acara, mereka sepakat, ada 9 tuntutan yang dibacakan Dr. Marwan Batubara.
Sebagai hasil seminar bersama Front Kedaulatan Negara (FKN), Fron Nasional Pancasila (FNP) dan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) dengan tema Selamatkan NKRI dari Mafia di Tubuh Polri pada hari Rabu, 24 Agustus 2022, disampaikan beberapa hal esensial dan tuntutan sebagai berikut ( 9 Tuntutan)
1. Menuntut agar kejahatan pembunuhan terhadap Brigadir Joshua Hutabarat yang dilakukan secara terencana oleh Irjen Ferdy Sambo dan komplotannya diselesaikan secara tuntas, berkeadilan dan transparan, serta memenuhi asas akuntabilitas publik;
2. Menuntut agar Satgassus Polri yang telah dibubarkan (oral) Kapolri, harus dibubarkan secara permanen, dan dilanjutkan dengan dilakukannya audit investigatif oleh Tim Auditor Independen secara mendalam atas seluruh kegiatan Satgassus sejak pertama kali didirikan hingga pembubaran.
3. Menindak tegas para anggota Satgassus yang melakukan kejahatan, perbuatan melawan hukum maupun pelanggaran kode etik dan profesi, baik sebelum maupun setelah audit investigatif dilakukan;
4. Guna memperoleh hasil yang adil, bebas intervensi dan dapat dipercaya rakyat, meminta agar DPR dan Pemerintah segera membentuk Tim Adhoc penyelidikan (commission of inquiry) kasus pembunuhan sadis Brigadir Joshua Hutabarat. Kami meyakini penyelidikan yang dilakukan Timsus Polri saat ini cenderung tidak bekerja objektif dan tidak optimal, serta justru terkesan ingin mengamputasi kasus ke arah objek yang minimalis, supaya dapat melindungi dan menutupi pihak elit pada jajaran Polri dan sejumlah pejabat di luar jajaran Polri;
5. Berbagai kejahatan kriminal yang dilakukan sistematis, seperti perjudian, narkoba, miras, prostitusi, mafia tambang, dan lain-lain telah terungkap dengan terungkapnya kasus pembunuhan sadis Brigadir Joshua . Karena itu, kami juga menuntut agar seluruh kasus kejahatan kriminal amoral yang diduga kuat dilakukan oleh Ferdy Sambo dan komplotannya ini diselesaikan juga secara tuntas, adil dan transparan.
6. Kami meminta agar Presiden RI, melakukan transformasi dan reformasi total terhadap institusi Polri, baik dalam rangka re-strukturisasi personil, pembinaan doktrin, dan mengembalikan jati diri Polri sebagai Polisi yang mengamankan dan mengayomi rakyat.
7. Menuntut agar Pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, agar Polri kembali kepada tugas utama, yakni keamanan rakyat, tanpa perlu merambah ranah pertahanan. Polri diharapkan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman serta siap menghadapi tantangan ke depan;
8. Meminta kepada Pemerintah dan DPR untuk memastikan agar Kejahatan Irjen Ferdy Sambo, Satgassus dan berbagai kejahatan kriminal yang justru melibatkan dan diamankan oleh oknum-oknum aparat Polri yang telah meresahkan masyarakat, dan menciderai nilai-nilai moral, hukum, kebenaran, keadilan, dan harga diri bangsa tidak akan pernah lagi terulang di Indonesia.
9. Menuntut agar kejahatan kemanusiaan yang masuk kategori Pelanggaran HAM Berat oleh aparat negara berupa pembunuhan enam pengawal HRS yang dilakukan secara sistemik, sadis, dan sarat penganiayaan harus diproses sesuai UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Jakarta, 24 Agustus 2022
Marwan Batubara (Koordinator).
(ibra /her)