TAHUN AKHIR PERIODE KEPENGURUSAN PEMUDA MELAYU FOKUS BEBERAPA AGENDA

Jakarta, selasa (18-01-2022) Organisasi Masyarakat Pemuda Melayu yang berangkat dari Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu (PFKPM) lahir 23 Tahun lalu di Kalimantan Barat, dan dalam 2 tahun berjalan menjadi organisasi level nasional, terus berdaya upaya dan berjuang untuk mengembalikan harkat, marwah dan martabat Bangsa Melayu dalam kesetaraan hidup yg berkeadilan di bawah aturan dan hukum Konstitusional NKRI. Kami bertekad agar Petuah Keramat “Tak Melayu Hilang di Dunia” tidak menjadi paradox dalam konteks kehidupan Bangsa Melayu saat ini. Saat ini kepengurusan wilayah sudah ada di 18 provinsi. Dan secara bertahap akan dilengkapi di Provinsi yang belum terbentuk.
Demikian dikatakan Hendi Sutarsa, Sekretaris Jenderal DPP Pemuda Melayu di kantornya di Cilandak. Lanjutnya, ini periode tahun akhir kepengurusan, tentu sekaligus persiapan Musyawarah Besar, pergantian kepengurusan. “Dalam waktu dekat akan Rakernas dulu untuk menentukan prioritas agenda tahun ini, diantaranya peluang bermitra dengan Kementerian Pariwisata terkait agenda-agenda budaya menarik untuk dijalankan, karena itu mendefinifkan kepengurusan wilayah maupun daerah yang belum menjadi urgen juga, agar mereka juga turut berkiprah. Selain itu diperkirakan November jelang akhir tahun Mubes baru akan diselenggarakan.

Lebih lanjut, menjawab pertanyaan media tentang Melayu, Hendi menjelaskan bahwa Melayu bukan sebatas etnis, melainkan rumpun atau bangsa. “Kolonialis yang mengerdilkannya sebagai politik pecah belah,” ujarnya.

Sementara itu Capt. Hariman Siregar, SH., MH. Wakil Ketua Umum DPP Pemuda Melayu menjelaskan bahwa dengan banyaknya organisasi kemasyarakatan yg ada saat ini, maka Pemuda Melayu prioritas utamanya adalah mengembalikan ghiroh budaya Melayu sebagai ciri khas Bangsa Indonesia/ Melayu.
Terkait aktivitas, ia menjelaskan Pemuda Melayu lebih fokus kepada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan miningkatkan kesadaran generasi muda Melayu dalam bidang politik, hukum, ekonomi Sosial Budaya dan pertahanan dalam tataran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Pemuda Melayu perlu menjadi organisasi yang modern, yang taat aturan yang diatur dalam AD /ART serta Pedoman-pedoman Organisasi,” jelasnya.

Tentang Rumpun Melayu :

“Tak Melayu Hilang di Dunia”, sebuah frase tegas dan Petuah Keramat yang dilontarkan oleh seorang pemimpin Bangsa Melayu kala itu, Hang Tuah yang berasal dari Sulawesi, dalam mengobarkan semangat perjuangan melawan dan mengusir Portugis dari Temasik (Singapura saat ini), Semenanjung Malaya dan Perairan Selat Malaka pada akhir tahun 1400 s/d awal tahun 1500. Sejak diucapkan kurang lebih 500 tahun lalu, ternyata Petuah tersebut memiliki makna penting pada saat ini. Yaitu sebagai pesan dan pengingat bahwa Bangsa Melayu akan dilenyapkan diatas bumi, terutama melenyapkan tatanan kehidupan sosial masyarakatnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesetaraan, adat dan peradaban serta keyakinan beragamanya. Inilah fenomena dan fakta yang terjadi sekarang.

Bangsa Melayu , menginjakkan kaki pertama kali ke tanah Jawi/Jawa pada zaman Babilonia Kuno (4500 – 5000 tahun lalu, peradaban Mesopotamia). Mereka dikenal sebagai Proto Melayu (Melayu Tua) yang membawa peradaban tinggi (civilization). Gelombang kedua menyusul pada zaman Babilonia baru/modern (2500 – 3000 tahun lalu), menyebar ke berbagai kepulauan Nusantara (Asean) yg kemudian disebut sebagai Deutro Melayu (Melayu Muda). Selain peradaban modern, gelombang kedua ini membawa ilmu dan teknologi tinggi. Terutama ilmu metalurgi (menambang dan mengolah besi, tembaga, perak dan emas), ilmu astronomi, dan yang terpenting adalah membawa dan mengenalkan konsep ajaran agama Tauhid.

Kajian asal-usul nenek moyang Bangsa Melayu, berawal dari ditemukannya manuskrip2 kuno di laut mati (dead sea scroll) yang berusia ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Hal ini juga selaras dengan kajian scientific modern pada cabang ilmu Bio-Molekuler yaitu Mitochondria Human Genome dengan metodologi penguraian dan pemetaan DNA manusia2 yang hidup dari berbagai belahan dunia saat ini sebagai sample. Dari kajian sistematis dan empiris tersebut, dinyatakan dan dikukuhkan dalam artikel UNESCO – UN pada tahun 2015, bahwa Bangsa Melayu (Malayan) adalah sebagai Bangsa/Ras tertua nomor dua setelah Bangsa/Ras African dari 6 Bangsa/Ras tertua yang ada saat ini. Kajian ini tetap terbuka dan progressive sehingga sewaktu-waktu dapat berubah.

Terkait hal ini, Sekjen, Hendi Sutarsa menimpali, ia menjelaskan bahwa dari literasi dan fakta sejarah , tak terbantahkan bahwa Melayu adalah sebuah Bangsa besar yang maju, modern, berperadaban tinggi dalam berbagai aspek kehidupan social dan bermasyarakat. Namun, kaum Orientalist pada zaman kolonialisme melakukan pendegradasian makna bahwa Melayu adalah sekedar etnis/suku yang mendiami sebagian daerah/pulau di Nusantara, hal ini berlanjut oleh kaum globalist di era kekinian. Tujuannya adalah untuk memecah belah agar mudah bagi mereka melakukan infiltrasi, intimidasi maupun agresi ke berbagai sendi-sendi kehidupan. Sehingga Bangsa Melayu saat ini tak lain hanyalah kaum proletarian yang termarginalkan dan terasing dari berbagai aspek kehidupan. “Walaupun ada sebagian kecil elite dari Bangsa Melayu saat ini yang berperan, namun mereka kurang greget dan belum terorganisir berbuat sesuatu untuk marwah dan martabat Bangsa Melayu agar tak termarginalkan,” ujarnya mengakhiri.

Kiranya inilah semangat Pemuda Melayu untuk mengembalikan marwah, sebagai bagian dalam menguatkan persaudaraan, persatuan dan kesatuan NKRI dengan keberagaman yang dimiliki, bukan suku ataupun sektarian. Dengan turut berkiprah di sektor ekonomi, hukum, sosial budaya serta pendidikan. (ibra/endi)

Pos terkait