Saatnya Hukum Jadi Panglima, Berkaca dari 2 Kasus (Jessica dan dr Tunggul P Sihombing, MHA)

 

Jakarta–Merujuk Kasus Jessica Kopi Sianida

Berikut petikan dari Tik Tok BismarChannel yang diterima awak media di Jakarta, Jumat (13/10/2023)

Pimpinan Lembaga Aparat Penegak Hukum (Mahkamah Agung, Kejaksaan RI, Polri,Kemenkumham RI)

Termasuk Komisi Yudisial & Lembaga Ahli

Produk Mafia, Menjual Nama, Kehormatan & Profesionalisme Penanggung Jawab Penegakan Hukum & Keadilan

Di Republik Indonesia

Penyidikan Di Polri, Dakwaan Dan Tuntutan Oleh Kejaksaan RI, Putusan Hakim Disemua Tingkatan Hingga Menerima Dan Melaksanakan Eksekusi Di Lapas UPT

Kemenkumham RI. Mengabaikan Amanat UUD 1945 & UU

Harus Menjelaskan Kepada Wamenkumham & Jaksa

TikTok @bismarchannel I. Visum Et Repertum Harus Ada

Merujuk Pasal 133 Ayat (1) UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAPM, Menyatakan: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik Luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan Tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

II. Keyakinan Hakim Harus Didukung Dengan

2 Alat Bukti

Merujuk Amanat Pasal 183 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, Menyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan 4Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

III. Kesalahan Hakim Dari Aspek Legal Formil Dapat Dikoreksi

Merujuk Amanat Pasal 197 Ayat (1) Jo Ayat (2) UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, Menyatakan: “Putusan Hakim Harus Lengkap Dan Benar DarinButir a S/D i; Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Saatnya Mewujudkan Hukum Harus Jadi Panglima

Lipsus: Tkh

Pos terkait