SuaraKita – Pelaku usaha UMKM Sarang Burung Walet (SBW) Indonesia menggugat Menteri Perdagangan agar mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) No.19 Tahun 2021.
Sebab, peraturan tersebut dinilai telah merugikan para pelaku usaha Sarang Burung Walet.
Demikian juga Surat Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.395/Kpts/OT.160/L/4/2014, tanggal 7 April 2014, tentang pedoman pemantauan Karantina terhadap pengiriman SBW ke negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Serta proses penilaian kelayakan pemeriksaan fisik lokasi, prasarana dan sarana serta tata letak maka, IKPH untuk ekspor SBW ke negara RRT yang sangat rumit bagi pelaku usaha sarang Walet.
Mereka juga meminta supaya mencabut dan merubah SK Kepala Badan Karantina tersebut.
Hal itu dilakukan pelaku usaha UMKM SBW, karena selama ini telah dirugikan dengan maraknya Peraturan dan SK sehingga melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Melalui kuasa hukum Penggugat, Hendra Gunawan SH, Cla, telah mendaftarkan gugatan perkara No.459/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Gugatan tersebut sudah mulai disidangkan masuk agenda Mediasi antara Penggugat dan para Tergugat.
Sidang Mediasi dipimpin mediator non hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 10 November 2022.
Dalam gugatan disebutkan, Menteri Perdagangan di minta supaya mengubah atau menyederhanakan aturan perizinan usaha UMKM SBW.
Pasalnya, untuk memperoleh izin atau status sebagai Eksportir Terdaftar (ET) sangat sulit, sehingga merugikan produsen dan pelaku usaha UMKM ekpor SBW.
Oleh karena itu, Menperindag supaya mempertimbangkan dan mencabut Permendag RI No.19 Tahun 2021 Tentang kebijakan dan pengaturan ekspor yang telah tiga kali mengalami perubahan yaitu No.02 Tahun 2022, No.08 Tahun 2022 dan peraturan No.12 Tahun 2022.
Penggugat menyampaikan, memohon pencabutan Permendag karena dalam Peraturan mewajibkan bagi pelaku usaha SBW menjadi Eksportir Terdaftar (ET) dengan ketentuan yang sulit untuk dilaksanakan semua pelaku usaha UMKM. Kesulitan tersebut yakni:
-Pelaku usaha SBW wajib memiliki nomor kontrol Veteriner dari Otoritas Veteriner.
-Memiliki dokumen sertifikat sanitasi (KH-12) yang diterbitkan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian untuk setiap pengiriman.
-Keputusan penetapan tempat pelaksanaan tindakan Karantina dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.
-Surat pernyataan mandiri yang memuat informasi mengenai profil perusahaan, sumber bahan baku (rumah walet), kapasitas produksi, jumlah tenaga kerja, dan peralatan produksi.
Sementara itu, perwakilan pelaku usaha UMKM SBW, Pudji Djulianto mengatakan, para pelaku usaha wajib mengikuti segala persyaratan teknis serta, pemenuhan persyaratan yang berbeda beda dan dengan standar yang ditentukan masing-masing negara tujuan ekspor SBW ke luar Indonesia.
Misalnya proses pemanasan SBW dengan suhu dan waktu tertentu dengan menggunakan alat pemanas multi tray atau single tray.
“Hal itulah yang membuat Permendag tersebut sangat sulit dipenuhi pelaku usaha UMKM, sebab selain membutuhkan tenaga teknis yang khusus juga membutuhkan biaya peralatan yang sangat besar” ucap, Hendra Gunawan, Rabu, 10 November 2022 kemarin.
Sebagaimana disampaikan Hendra Gunawan, pihaknya meminta agar meninjau ulang MoU Protocol Indonesia-China tentang Ekspor SBW ke China serta meninjau 17 Peraturan-peraturan dan Keputusan lain yang mengatur terkait SBW yang memberatkan dan merugikan para pelaku UMKM Sarang Walet, peternak ataupun pedagang SBW di Indonesia.
Demikian juga bagi Eksportir dan Produsen Walet Indonesia merupakan pengekspor terbesar di dunia dan jika Ekspor terhambat maka akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan penerimaan PAD dari sektor pajak sarang burung walet.
Ditambahkan, berdasarkan data tahun 2021 sampai dengan Oktober 2022 dari total produksi SBW sebanyak 1.500 ton, hanya 223 Ton yang dapat di ekspor ke China karena dari 1.200 UMKM hanya 70 UMKM yang memiliki status Eksportir Terdaftar (ET).
Hal itu membuat pelaku usaha Walet yang tidak memiliki izin ET harus mencari dan menjual kepada perusahaan pemilik izin ET, pada hal belum tentu memiliki Rumah Walet dan Tempat Pemrosesan SBW.
“Oleh sebab itu selaku Penggugat meminta supaya para tergugat memperhatikan keluhan para pelaku usaha Sarang Burung Walet yang ada di negeri ini, ungkap Hendra.***