Pesan Moral Peringatan Sumpah Pemuda Menghadapi “Dampak Pandemi Covid19”

Setiap hari peringatan apapun itu, sudah tentu ada cerita atau sejarah yang melatarinya sehingga menjadi ingatan setiap ketemu waktu ( tanggal dan bulan) yang sama. Hanya tahunnya saja yang membuat kita perlu mengenanğ atas peristiwa masa lalu dan memaknainya masa masa kini.

Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah sejarah puncak dari rangkaian latar cerita kebangkitan nasional tahun 1908, artinya ada proses 20 tahunan untuk sampai pada cerita sumpah pemuda. Selanjutnya jika dikaitkan dengan siklus perkembangan kejiwaan manusia, maka usia 18- 20 tahun tersebut adalah masa seorang anak mulai dewasa berpikir, sehingga hasil pemikirannya terwujud pada titik kulminasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Dengan demikiañ setiap sejarah memiliki rangkaian cerita dari generasi yang dilaluinya. Pada tulisan memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun 2020 ini ( tepatnya usia 92 Tahun lahirnya semangat “Sumpah” Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa ), penekanan saya adalah pesan moral dari “tujuan dasar” dibuatnya sumpah yaitu agar terbangun kekuatan bersama ( nilai persatuan ) dalam memperjuangkan “kebebasan dari penjajahan asing”. Konkretnya setelah sumpah pemuda terlaksana, dalam setiap perjuangan bangsa lebih mengedepankan rasa kebersamaan dalam nilai juang satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa dan tidak lagi menonjòlkan ego kedaerahan, ego kesukuan dan ego entitas bahasa masing-masing. Cara pikir generasi tahun 1928 tersebut ternyata berhasil membawa kita jadi bangsa yang “bersatu dan bangkit” untuk meraih kemerdekaan.

Bagaimana nilai juang sumpah pemuda tersebut jika kita kaitkan dengan situasi kebangsaan saat ini terutama menghadapi dampak Pandemi Covid19 ? Pertanyaan ini perlu saya tegaskan karena hampir setiap merayakan hàri peringatan, kita cenderung berkutat pada eforia “seremonial” daripada implementasi makna dasar yañg terkandung dari nilai juang sejarahnya ( bebas dari hal-hal yang membuat kita terkekang).

Jika kita maknai pesan moral sumpah pemuda tahun 1928, maka yang mengekang kita pada saat itu adalah penjajahàn pisik dan saat ini kita memasùki peringatan 92 tahun sumpah pemuda bahwa kita diperhadapkan dengan merebaknya pandemi covid19. Tentu memiliki dampak terhadap proses perjuangan pembangunan bangsa. Disinilah patut kita renungkan kembali makna di balik sumpah pemuda tersebut yaitu “sebuah kekuatan bersama” untuk menghadapi dampak covid19, sehingga kita terbebas dari “kungkungan pesimistis” melainkan harus terus secara bersama-sama sebagai satu bangsa yang kuat dan memiliki jatidiri.
Mengapa pesan moral ini perlu ditekankan ? Karena ada kebiasaan selesai peringatan kita selalu lupa kelanjutannya. Untuk itulah kita harus bisa memaknai peringatan sumpah pemuda tahun 2020 ini, khususnya menghadapi “dampak sosial covid19”.

Sejak awal tahun 2020, kita rasakan berbagai dampak pandemi covid19 yang mengekang kita, diantaranya ; 1. Merebaknya masalah isu penurunan imunitas tubuh ( secara pribadi ), yang bisa disebabkan faktor psikis dari trauma di lingkungan sekitar bahkan adanya situasi panik akibat ketidak siapan kita terhadap antisipasi Covid19. 2. Merebaknya pembatasan “kerumunan atau keramaian” agar bisa memutus mata rantai penyebaran virus. Hal inipun masih banyak disalah artikan sementara pihak bahkan ada bentuk bentuk perlawanan. Kondisi ini dimaklumi karena terkekangnya ruang gerak ekonomi masyarakat, meskipun pada akhirnya publik mulai memahami situasi pandemi tersebut. 3. Terbatasnya pemenuhan sandang pangan karena terlanjur sempat berhentinya roda industri saat gonjang ganjing isu covid19 merebak, namun selanjutnya pemerintah menggelontorkan bantuan sosial ke masyarakat secara berkelanjutan termasuk bantuan finansial bagi masyarakat yang sangat terdampak , hal ini diantisipasi untuk mencegah munculnya kerawanan sosial yang mungkin berimbas pada menurunnya kohesivnes kebangsaan. 4. Pada awalnya juga karena kurangnya kesadaran pada protokol kesehatan/aturan yang dibuat pemerintah dan kepanikan sosial yang muncul, disebabkan kurangnya keteladanan serta rendahnya pemahaman para pemangku kepentingan di daerah terhadap regulasi, sehingga “terkesan” kebijakan yang dilakukan ego sektoral bahkan ego kedaerahan. Faktor ego kedaerahan ini karena masih ada pihak tertentu yang rendah pemahaman makna “NKRI dibagi atas” sesuai pasal 18 UUD 1945. Akibatnya sempat menimbulkan kepanikan dalam menghadapi dampak covid19 di awal-awal pandemi.

Dari beberapa dampak pandemi covid19 tersebut serta moment peringatan sumpah pemuda yang kita peringati saat pandemi di tahun 2020, pertanyaan kemudian, apa yang bisa kita petik sebagai pembelajaran warisan nilai-nilai juangnya ? Kita harus secara bersama berusaha untuk menghadapi dampak pandemi covid19 , karena sejak heboh di awal tahun 2020 bahwa yang selalu diperdebatkan hanya masalah “kekuasaan person tertentu” bukannya mencari solusi pènanganan atas dampak pandemi. Akibatnya kita sempat lebih dominan membahas polemik subjek kekuasaan daripada objek dampak covid19. Semua ini karena kita lupa pesan moral persatuan dari sumpah pemuda ( satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa). Fakta ini bisa kita saksikan dan buka di berbagai media sosial.

Lantas, apakah kita diam dengan dampak tersebut ? Tentu tidak, karena covid19 jika kita analogkan seperti penjajah yang tidak terlihat namun mempengaruhi dinamika sosial kemasyarakatan, yang jika tidak kita kelola dengan baik, terukur dan terencana dapat juga memunculkan kerawanan sosial. Harus kita ingat, pandemi covid19 hanya bisa dilawan dengan kekuatan bersama sebagaimana sumpah pemuda yang juga menguatkan perjuangan agar lepas dari kungkungan penjajahan.

Untuk itu, sebagai upaya menghadapi dampak covid19 terhadap kehidupan sosial kemàsyarakatan dan untuk terjaganya kohesivnes kebangsaan, marilah kita dari semua lintas komponen bangsa secara gotong royong, bahu membahu untuk mematuhi regulasi yang sudah ada terkait protokol kesehatan agar optimisme bangsa kita tetap terpancar terutama menghadapi agenda demokrasì pilkada 9 Desember 2020 dan tetap terjaganya harmoni kebangsaan dalam nilai-nilai Pancasila yg normatifnya dalam UUD 1945 dengan prinsip relasi sosial yang berbhineka Tunggal Ika dalam wadah NKRI. Dari mana dimulai ? Dari diri secara pribadi, keluarga, masyarakat dan komponèn bangsa. Inilah makna satu nusa, satu bangsa, satu bahasa seperti segitiga sama sisi, yang bentuknya satu sisi kekuatan bersama. Selamat Memperingati Hari Sumpah Pemuda ke- 92 Thn. (•)

Dr.Bangun Sitohang, Ketua Belajar Menjadi Orang Indonesia ( BeMOI).

Pos terkait