PERSELINGKUHAN JOKOWI DENGAN PARTAI COKLAT DI PILKADA.

 

Oleh: Saiful Huda Ems.

Sepertinya Jokowi masih belum juga kapok setelah didemo oleh ribuan Mahasiswa dan Civitas Akademika dari kampus-kampus besar di masa Jokowi masih menjadi Presiden R.I. Ketika itu Jokowi dengan terang-terangan berkampanye untuk mendukung Capres-Cawapres Prabowo-Gibran.

Sekarang setelah Jokowi tidak lagi menjadi presiden, Jokowi telah berkampanye kembali untuk memenangkan calon-calon Kepala Daerah yang didukungnya khususnya di PILKADA JAKARTA (RIDWAN KAMIL) JAWA TIMUR (KHOFIFAH) JAWA TENGAH (Komjen Purnawirawan (Polisi) LUTHFI), dan SUMATERA UTARA (BOBBY NASUTION, Sang Menantu). Meski dengan cara mengendap-endap, alias sembunyi-sembunyi, Jokowi bergerak mengerahkan para penjabat kepala daerah dan partai coklat.

Di PILKADA Jakarta misalnya, dimana putra Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka menjadi Wakil Presiden dan berkantor di Jakarta, Jokowi melalui tangannya Raffi Ahmad yang saat ini menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, telah mengundang Ridwan Kamil sebagai nara sumber di acara Dialog Terbuka bertajuk After Office.

Dalam kapasitasnya Raffi Ahmad sebagai pejabat negara tersebut, mengundang calon Kepala Daerah Jakarta sebatas hanya pada Ridwan Kamil, tentu ini merupakan bentuk kampanye terselubung yang telah diremout oleh Jokowi atau setidaknya Wapres Gibran untuk memenangkan Ridwan Kamil yang tengah bertarung melawan Pramono Anung-Rano Karno.

Selanjutnya, dari berbagai sumber yang terpercaya, di antaranya dari diskusi Bocor Alus Politik TEMPO, kita dapat mengetahui, bahwa Jokowi telah memanfaatkan instrumen-instrumen negara untuk kemenangan Calon-Calon Kepala Daerah yang didukungnya.

Di PILKADA JATENG misalnya, Jokowi bergerak secara senyap dengan menggunakan instrumen negara mulai dari institusi POLRI hingga Kepala-Kepala Desa untuk kemenangan calon Kepala Daerah yang didukungnya, yakni Komjen Purn. (Polisi) Luthfi. Namun dengan moncernya Andika Perkasa-Hendi, Jokowi akhirnya bergerak terbuka dan tanpa malu-malu mendesak Presiden Prabowo untuk mendukung Luthfi. Dari ekspresi Presiden Prabowo nampak enggan, penuh ragu, dan pendeknya derajatnya diturunkan Jokowi dari Presiden menjadi Jurkam.

Dan di SUMUT dikerahkannya untuk kemenangan menantunya, yakni Bobby Nasution. Operasi pemenangan Bobby ini terbuka, kasar dan licik. Letjen TNI Purn Edy Rachmayadi benar-benar dikunci ruang geraknya. Jokowi lupa, keistimewaan yang diberikan ke POLRI bisa menimbulkan antipati dari kalangan TNI.

Apa yang dilakukan oleh Jokowi ini sangat bertolak belakang dengan apa yang pernah diucapkannya sendiri, yakni akan “Puasa Politik” sebulan, namun ternyata Jokowi masih bergentayangan di PILKADA JAKARTA, JATIM, JATENG DAN SUMUT. Mungkin itu sudah menjadi tabiat Jokowi yang gemar menjilat ludahnya sendiri, sebagaimana yang sering kita saksikan dari waktu ke waktu.

Jokowi tahu benar, bahwa Provinsi Jateng misalnya, merupakan basis kaum nasionalis dan agamis, karena itu Jokowi meminta tolong pada Gus Yusuf untuk memenangkan Luthfi di Jateng. Tindakan Jokowi yang seperti ini, kemudian direspon oleh kubu pemenangan Andika Perkasa untuk meminta pada Gus Umar Wahid (Adik kandung Gus Dur dan Cucu Hadlrat Al-Syaikh KH. Hasyim Al-Asy’ari Pendiri NU) untuk membantu memenangkan pasangan Andika-Hendi.

Yang terjadi kemudian, Pasangan Andika-Hendi yang pada awalnya menurut survei-survei kalah elektabilitasnya, mendadak naik dan mengungguli elektabilitas Luthfi-Yasin. Jokowipun mulai sempoyongan, lalu semakin gencarlah Jokowi menggunakan instrumen negara untuk mendongkrak kembali suara Komjen Purn. (Polisi) Luthfi agar bisa menang melawan Rambo (baca: Jenderal Purn. (TNI) Andika Perkasa).

Ya, orang-orang se Indonesiapun mulai “akrab” dengan istilah Pertarungan Rambo VS. Sambo di Pilkada Jateng ini, sebagai kalimat pengganti Pertarungan Partai Coklat (Polisi) melawan Purnawirawan TNI. Istilah inipun tidaklah boleh disalahkan dan dituduh yang macam-macam, karena pada kenyataannya, Polisi sendiripun masih mau-maunya dilibatkan dalam pertarungan politik praktis (PILKADA) yang dampaknya sangat luar biasa.

Jika menurut penulusuran team Bocor Alus Politik TEMPO mobil-mobil Polisi pernah berseliweran, keluar masuk untuk memenangkan Komjen Purn. (Polisi) Luthfi melalui intimidasi Kepala-Kepala Desa di Jateng.

Jika menurut penelusuran team Bocor Alus Politik TEMPO Polisi-Polisi telah mengintimidasi Kepala-Kepala Desa melalui pemanggilan dan permintaan klarifikasi Bantuan Desa dari Pemerintah Pusat dan dari Provinsi Jateng, lalu kemudian mereka diarahkan untuk menyukseskan kemenangan Komjen Purn. (Polisi) Luthfi, maka itu berarti PILKADA khususnya di Jateng tak lain dan tak bukan merupakan ajang berikutnya dari Genk Jokowi untuk merusak kembali tatanan demokrasi di Indonesia.

Di PILKADA JATIM, Jokowipun sama sekali tidak pernah mendukung Cagub Tri Rismaharini (Bu Risma) yang banyak prestasinya dan pernah berhasil memajukan Kota Surabaya menjadi Kota Maju bertaraf internasional. Di Pilkada JATIM Jokowi malah mendukung Khofifah Indarparawansyah, yang terindikasi banyak kasus korupsi, dan kantornya pernah didatangi oleh KPK untuk digeledah.

Demikian halnya dengan PILKADA di SUMUT, Bobby Nasution juga terendus oleh team Bocor Alus Politik TEMPO telah menggunakan berbagai instrumen negara secara masif untuk kemenangannya. Mulai dari konsolidasi PJ Kepala-Kepala Daerah hingga Partai Coklat ditambah lagi dengan jaringan Mafia Tambang Blok Medan, yang diharuskan oleh Bobby untuk mendapatkan kemenangan Bobby minimal 60 % suara !.

Rakyat SUMUT pun –masih menurut Bocor Alus Politik TEMPO– diiming-imingi uang Rp.25.000 perorang plus Bansos Sembako. Tidak hanya itu, menurut Bocor Alus Politik TEMPO pula, Jokowi pernah datang ke SUMUT dan meminta Kepala-Kepala Daerah, institusi POLRI dll. untuk “menjaga” Bobby.

Sungguh ini suatu tragedi penghancuran demokrasi yang sangat menyedihkan. Kasihan sekali dengan Polisi-Polisi kita yang masih bekerja dengan benar, idealis, rela berkorban mempertaruhkan nyawanya demi bangsa dan negara, namun marwah institusinya dirusak oleh orang-orang yang tidak bisa menahan syahwat politiknya seperti Jokowi.

Atas dasar itu semua, kita sebagai kekuatan Pro Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat, sudah seharusnya untuk lebih gigih dan militan berjuang dalam menumbangkan Calon-Calon Kepala Daerah yang didukung oleh pelanggar berat Konstitusi, yakni Jokowi yang selama ini bekerjasama dengan Oligarki penghisap darah perekonomian rakyat. Merdeka !…(SHE).

15 November 2024.

Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Analis Politik.

Pos terkait