Pengusaha Sawit yang Tidak Melakukan Pelaporan Akan Disanksi

Jakarta, suarakita.id – Pengelolaan sawit dalam kawasan hutan adalah isu kompleks yang memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan lingkungan.

Terkait hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadakan rapat Sosialisasi Penyelesaian Sawit dalam Kawasan Hutan Undang-undang Cipta Kerja Pasal 110 A dan 110B serta penggunaan citra satelit, yang diselenggarakan secara hybrid, Senin (17/07/2023).

Sejumlah Kementerian/ Lembaga terkait menghadiri rapat tersebut termasuk Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, menyusul adanya Keppres 9/2023 tentang Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit.

Kemendagri dalam hal ini Ditjen Bina Pembangunan Daerah masuk ke dalam barisan Satgas penting untuk mempercepat penanganan tata kelola sawit dalam kawasan hutan dari hulu ke hilir, guna mendukung pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan.

“Satgas memulai pekerjaan dari sektor hulu dan akan berlanjut ke pekerjaan lainnya seperti peningkatan tata kelola perkebunan sawit rakyat, perkebunan plasma, dan peningkatan produktivitas,” ucap Sekjen KLHK saat memimpin rapat sosialisasi.

Berdasarkan interpretasi citra satelit, terdapat 16,8 juta ha lahan sawit. Sejumlah 8,8 juta ha sudah memiliki HGU, 23,5 juta ha memiliki ILOK, 20,4 juta ha memiliki IUP, 11,6 juta ha lapor SPPT, data di BPS 14,6 juta ha, dan 3,3 juta ha lahan sawit berada di kawasan hutan.

“Satgas akan membantu mempercepat pelaksanaan pasal 110 A dan 110B,” ungkapnya.

Pasal 110 A UU CK mengenai penyelesaian dispute RTRW yakni memiliki izin lokasi dan/atau izin usaha di bidang perkebunan dan sesuai tata ruang yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

Sedangkan Pasal 110B mengatur perizinan pelepasan lahan sawit yang ada di kawasan hutan.

Alur proses pelaksanaan tim terpadu pelaksanaan Pasal 110A, SK.661/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2023 dan SK.662/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2023 yakni oleh Menteri dan Tim Terpadu (terdiri dari KLHK, Dinas Kehutanan Provinsi, dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi). Tim terpadu dibentuk per wilayah provinsi. Tugas tim terpadu yakni melaksanakan verifikasi pelepasan kawasan hutan.

Tata urutan kerja pengurusan PP 24/2021 untuk UU CK Pasal 110B yakni Inventarisasi data dan informasi kegiatan usaha di dalam kawasan hutan tanpa perizinan bidang kehutanan.

Penyelesaian sawit dalam kawasan hutan dapat optimal dengan partisipasi pelaku usaha melakukan self reporting dan menyelesaikan perizinan. Apabila waktu pelaporan habis, tidak akan ada toleransi dan akan dilakukan tindakan tegas.

“Pengusaha sawit yang tidak melakukan pelaporan sampai batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan sanksi administratif,” tegas Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves.

Sebagai informasi, rapat dihadiri oleh Kepala BPKP, Sekjen KLHK, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG, perwakilan K/L yang tergabung dalam Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, Pemda se-Kalteng, Sumut, dan Riau, GAPKI, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, dan perusahaan perkebunan kelapa sawit se-Indonesia.

Pos terkait