Jakarta – PEMUDA Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengajukan permohonan pengujian Formiil dan Materiil ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Ketua Umum MPP Pemuda ICMI Ismail Rumadan mengatakan bahwa objek pengujian ke Mahkamah Agung adalah permohonan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024.
“Terutama tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional vide Lampiran I huruf M Nomor 226 tentang Proyek Pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland,” kata Ismail Rumadan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/1/24).
Menurut Ismail Rumadan yang didampingi Teguh Satya Bhakti, selalu Kuasa Hukum dan Ketua Tim Hukum Pemuda ICMI, mengatakan bahwa secara formiil tidak ada pendelegasian kewenangan dari perundangan-undangan di atasnya, baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024.
Secara materiil, kata Ismail, materi muatan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 menambah norma yang tidak diperintahkan
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024.
“Artinya, Peraturan Menko bidang Perekonomian nomor 12 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 8 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan vide Pasal 1 angka 16 dan 17 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 28 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 5 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” kata Ismail.
Karena itu, Pemuda ICMI menuntut dan menyatakan bahwa Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional vide Lampiran I huruf M Nomor 226 tentang Proyek Pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland, tidak memenuhi ketentuan pembentukan Peraturan perundang-undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Hal itu, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan sebagaimana telah terjadi perubahan terakhir yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” kata Ismail.
Pemuda ICMI menyatakan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional vide Lampiran I huruf M Nomor 226 tentang Proyek Pengembangan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Menyatakan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan tidak berlaku umum.
Memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 Tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Pemuda ICMI menegaskan bahwa jika pemerintah tidak segera melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan PSN, maka proyek-proyek agar dibatalkan.
Salah satu masalah utama yang diungkapkan adalah kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan PSN. Banyak proyek yang dinyatakan sebagai PSN tidak melibatkan suara rakyat, sehingga menimbulkan keraguan akan manfaatnya bagi masyarakat luas.
Pakar hukum tata negara, Teguh Setya Bakti juga menyoroti aspek hukum dari PSN yang dianggap melanggar berbagai peraturan yang lebih tinggi. Ia menegaskan bahwa penetapan proyek tanpa dasar hukum yang jelas dapat berujung pada pembatalan proyek tersebut.
Dengan adanya potensi pelanggaran hukum, Pemuda ICMI menyerukan perlunya tindakan konkret, seperti pengajuan judicial review, untuk menentang kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan rakyat.