(Jakarta. Sabtu, 31 Oktober 2020). suarakita.id. Papua adalah bagian dari Indonesia dan jika ada persoalan seperti saat ini, harus dicari jalan keluar demi persatuan. Sementara, OPM merupakan gerakan separatis yang mengedepankan kekerasan dan berupaya agar Papua bisa merdeka dari Indonesia serta tidak mempunyai masa depan dan hanya akan menambah pembunuhan serta kematian yang merugikan Papua.
Papua tidak sama dengan Timor Timur (kini bernama Timor Leste) yang merdeka pada 2002. Papua bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap akan jadi bagian sah dari Indonesia. Jangan kira Papua sama dengan Timor Timur.
Demikian beberapa pernyataan Rohaniawan Franz Magnis Suseno yang semula merupakan warga negara Jerman dan sudah berstatus sebagai WNI sejak tahun 1977 pada acara konferensi pers tentang Papua dari Gerakan Suluh Kebangsaan di Jakarta beberapa waktu silam.
Hal senada disampaikan oleh tokoh muda Papua Ondo Yanto Eluay yang merupakan putra mendiang Dortheys Hiyo Eluay Tokoh Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) Papua tahun 1969, beberapa waktu lalu di Papua.
Yanto menceritakan bahwa hasil Pepera telah diserahkan kepada Sekjen PBB kemudian disahkan dalam Sidang Umum PBB. Tidak hanya itu, Belanda yang waktu itu masih menjadi negara kolonial juga menerima hasil Pepera, sehingga pada saat itu Belanda mengakui bahwa Papua sah menjadi bagian dari NKRI.
Pelaksanaan Pepera waktu itu dilaksanakan di delapan Kabupaten yakni Jayawijaya, Merauke, Paniai, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak serta Jayapura yang dihadiri oleh 1.026 anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) mewakili jumlah penduduk Papua yang saat itu berjumlah 809.327 jiwa.
Pepera sudah Final karena Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Putra-putri dari tokoh-tokoh Dewan Musyawarah Papua siap mengawal dan menjaga hasil Pepera 1969. Masyarakat Papua menolak dengan keras segala gerakan dan aksi demonstrasi yang menuntut referendum terkait Papua.*****