Lampung Selatan, Suarakita.id – Setelah selesai pemaparan materi-materi oleh sejumlah pemateri Training dalam agenda Open House Training (OHT) yang digelar oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten Lampung Selatan, Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda Untuk Demokrasi (KAMPUD) yang berlangsung di pusat wisata Tabek Indah Rai Pinanag, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada Kamis (23/12/2021) dilanjutkan dengan sesi bedah buku tentang tata kelola dan dinamika penanganan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang disajikan oleh penyaji sekaligus penulis yaitu Yahnu Wiguno Sanyoto, S.I.P, M.I.P.
Dalam paparannya, Yahnu Wiguno Sanyoto menyampaikan bahwa buku yang ditulis oleh beliau, sebagai bentuk refleksi dari perjalanan dan pengalamannya dalam melakukan penanganan pelanggaran pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 dengan berbagai macam dinamika yang dihadapi.
“Pilkada pada tahun 2020, kita ketahui bersama yang digelar secara serentak di 270 daerah, Kabupaten, dan 37 Kota, pelaksanaanya menjadi diskursus yang panjang akibat adanya penyebaran Covid-19 di Indonesia sebelum akhirnya ditentukan pergeseran waktu pelaksanaan dari semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020. Buku yang mengangkat judul “Tata Kelola dan dinamika penanganan pelanggaran pemilihan kepala daerah ini terdiri dari 4 bagian, 1 membahas tentang suatu pengantar yang menjelaskan mengenai keterkaitan antara pilkada dan demokrasi, 2. Membahas tentang organ penyelenggara pemilihan dan tata kelola penanganan pelanggaran pemilihan, 3. Membahas tentang dinamika penanganan pelanggaran Pilkada, dan ke 4 membahas tentang refleksi dan proyeksi penanganan pelanggaran pemilihan sebagai upaya perbaikan tata kelola penanganan pelanggaran pemilihan di masa yang akan datang”, papar Yahnu yang juga komisioner Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Bandar Lampung, Koordiv Penanganan pelanggaran.
Penulis yang juga akademisi disalahsatu perguruan tinggi swasta ternama di Indonesia ini, menyampaikan buku tersebut ditulis dimaksudkan untuk menjadi refrensi bagi jajaran pengawas pemilihan dalam menindaklanjuti temuan maupun bagi stakeholders terkait untuk menyampaikan laporan yang muncul dan terjadi pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan.
“Sepanjang pelaksanaan seluruh tahapan penyelenggaraan pilkada tahun 2020, dari uraian tersebut, setidaknya dapat dilihat pada proses penanganan pelanggaran administrasi pemilihan, administrasi pemilihan yang terjadi secara TSM, kode etik penyelenggara pemilihan, tindak pidana pemilihan, maupun pelanggaran peraturan perundang-undangan lainya yang mengambil studi kasus tentang netralitas ASN, adapun sejumlah catatan yaitu persoalan regulasi atau aturan, walaupun UU nomor 6 tahun 2020 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Kepala Daerah, namun hal ini tidak berkorelasi dengan kuantitas penanganan pelanggaran dalam rangka penegakan hukum pemilihan. Kedua, persoalan sumber daya manusia yang dimiliki setiap daerah tidak sama. Ketiga, persoalan teknis menyangkut anggaran, limitasi waktu penanganan pelanggaran dan koordinasi dalam proses penanganan pelanggaran. Selain itu, menyangkut waktu penanganan menurut UU pemilihan paling lama yaitu 3 + 2 hari kalender. Pada konteks penanganan pelanggaran administrasi, kode etik, atau pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya hal tersebut masih cukup rasional, namun tidak relevan ketika melakukan penanganan pelanggaran tindak pidana pemilihan karena di massa tersebut pengawas pemilihan dituntut menemukan peristiwa hukum pidana pemilihannya, mencari dan mengumpulkan bukti-bukti, serta menentukan pasal-pasal persangkaan untuk dilakukan kajian. Seringkali terlapor tidak memenuhi panggilan dari pengawas pemilihan maupun penyidik yang tergabung di dalam sentra Gakkumdu”, urai Yahnu.
Diungkapkan juga oleh beliau (Yahnu-red) hal-hal yang menjadi catatan evaluasi, yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum pemilihan akan tetap ditemukan kendala, tantangan, dan dinamika implementasinya di lapangan. Maka perlu adanya rumusan solusi sebagai bahan rekomendasi dan proyeksi dalam rangka perbaikan sekaligus penyempurnaan aspek regulasi, aspek sumber daya manusia, dan aspek teknis operasional.
“Menyangkut aspek regulasi, harus ada singkronisasi antara Undang-undang, peraturan dan keputusan diantara penyelenggara pemilihan, sumber daya manusia pun, harus terus diperkuat dan ditingkatkan kualitas, profesionalisme, serta integritasnya dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban. Terkait dengan itu semua, aspek teknis operasional juga perlu dicermati supaya komprehensif membenahi tata cara, prosedur, dan mekanisme penanganan pelanggaran pemilihan muali dari tahap persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Selain itu, Pemerintah daerah secara teknis sebagai mitra penyelenggara pemilihan melalui desk Pilkada harus mampu memaksimalkan perannya untuk melakukan pemantauan pelaksanaan pemilihan di daerah. Terkahir, keberadaan sarana dan prasarana pun secara langsung turut berkontribusi memengaruhi kinerja teknis penanganan pelanggaran karena pada dasarnya ketika melakukan penanganan pelanggaran terdapat hal-hal yang sudah terstandardisasi”, jelas Yahnu.
Sementara, ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lampung Selatan, yang diwakili oleh Koordiv Pendidikan, sosialiasi dan pemberdayaan masyarakat, Irsan Didi sebagai pembahas dalam bedah buku ini menyinggung persoalan dana kampanye yang harus menjadi perhatian serius dari pengawas.
“Dalam konteks struktur, lembaga penegakan hukum pemilihan diupayakan untuk diintegrasikan dan secara holistik diberikan kewenangan secara utuh, kebiajakan ini diperlukan karena struktur lembaga penegakan hukum pemilihan yang saat ini ada begitu beragam seperti KPU untuk pelanggaran administrasi, KPU, Bawaslu, DKPP, untuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan, sentra GAkkumdu dan Pengadilan untuk pelanggaran tindak pidana pemilihan, Mahkamah Agung untuk pelanggaran administrasi yang terjadi secara TSM, dengan beragam saluran penegakan hukum tersebut tentunya perhatian yang perlu ditekankan terkait pengelolaan dana kampanye calon”, jelas Irsan Didi.
Berbeda hal dengan ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lampung Selatan, Hendra Fauzi, S.Sos yang juga sebagai pembahas mengutarakan bahwa kecenderungan hambatan dalam penanganan pelanggaran pemilihan kepala daerah salah satunya terkait identifikasi adanya laporan dari masyarakat.
“Dalam penanganan pelanggaran tentunya sebagai lembaga pengawas, Bawaslu dituntut untuk menentukan dan mengurai serta menggali terhadap persitiwa hukum yang terjadi dalam konteks pelanggaran pilkada, terkadang masyarakat sebagai pelapor dalam menyampaikan aduan tentang adanya dugaan pelanggaran tidak memperhatikan batas waktu penanganan pelanggaran yaitu 7 hari sejak peristiwa tersebut diketahui, tentunya pemahaman kepada masyarakat tentang regulasi dan peraturan tentang pemilihan kepala daerah harus terkomunikasikan dengan baik”, ujar Hendra.
Dalam agenda bedah buku tersebut, peserta yang terdiri dari anggota KAMPUD Kabupaten Lampung Selatan, sahabat KAMPUD dari kalangan mahasiswa dan masyarakat setempat terlihat sangat antusias hal ini terlihat dalam sesi diskusi, dimana sejumlah pertanyaan banyak diajukan oleh peserta bedah buku.
Acara yang dimoderatori oleh akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kotabumi, Jurusan Ilmu Komunikasi, Rosy Febriani Daud, S.I.Kom, M.I.Kom, ditutup dengan penyerahan plakat penghargaan kepada penyaji dan pembahas buku, yang langsung diserahkan oleh Ketua Umum KAMPUD, Seno Aji dan didampingi ketua DPD KAMPUD Kabupaten Lampung Selatan, Ardiansyah Armi. /Red