Oleh: Saiful Huda Ems.
Menko Polhukam Prof. Mahfud MD yang juga merupakan Cawapres paling brilian pendamping Capres No.3 Ganjar Pranowo, telah secara resmi menyampaikan informasi ke publik soal pengunduran dirinya dari Menko Polhukam. Ini merupakan berita terpenting di minggu ini, dan yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh banyak orang, mengingat sudah begitu jengkelnya masyarakat pada Presiden Jokowi yang sudah semakin vulgar dan brutal mempertontonkan sikap-sikap politiknya yang tak mau netral.
Civitas Akademika pun satu persatu mulai menunjukkan sikap ketegasan moral intelektualnya. Mulai dari Universitas Gajahmada (UGM) yang merupakan kampus almamater Presiden Jokowi, hingga Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta –dan akan segera disusul oleh civitas akademika kampus-kampus lainnya–telah memberikan perlawanan konkrit pada Presiden Jokowi yang dinilainya sudah merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
Pengunduran diri Prof. Mahfud MD dari jabatannya dan perlawanan civitas akademika dari berbagai kampus itu jelas merupakan suatu gerakan yang akan mempercepat terciptanya lonceng tergulingnya Presiden Jokowi. Apalagi jika seluruh mahasiswa sudah mulai keluar ke jalanan untuk melakukan perlawanan, yang kemudian akan disambut oleh politisi-politisi di parlemen yang sudah tak lagi sejalan dengan Presiden Jokowi, pergerakan politik ini akan semakin dahsyat.
Peta politik muta’akhir telah terlihat, sebelum dimulainya proses Pilpres 2024, dukungan politik untuk Presiden Jokowi sebanyak 81% di parlemen, namun setelah penetapan Capres 2024 dukungan politik di parlemen untuk Presiden Jokowi telah turun menjadi 54,6 %. Ini bisa dilihat dari dukungan partai-partai politik yang mendukung Capres-Cawapres dambaan Presiden Jokowi, yakni Prabowo-Gibran tidaklah sama dengan dukungan partai-partai politik yang mendukung Capres Jokowi di Pilpres 2019 lalu.
Presiden Jokowi akhir-akhir ini memang terlihat sudah tidak lagi menjadi dirinya seperti ketika Jokowi pertamakali terpilih menjadi Gubernur DKI dan menjadi Presiden di periode pertamanya. Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya ini menunjukkan karakternya yang berbeda, yang tak lagi arif dan bijaksana, penyabar dan teladan bagi rakyatnya, melainkan semakin hari sudah semakin vulgar dan brutal mempertontonkan kesewenang-wenangannya. Karenanya tanpa tedeng aling-aling saya beberapa kali telah menyebut Jokowi lebih vulgar dan brutal daripada Soeharto.
Di masa kepemimpinan Soeharto, ia nyaris tak pernah melanggar konstitusi, karena setiap mau melakukan pelanggaran konstitusi, Presiden Soeharto telah mempersiapkan Peraturan Perundang-Undangan sebagai turunannya, dan sebagai dasar hukum untuk memuluskan kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Soeharto tak pernah sekalipun memberikan dukungan bagi anak-anaknya, untuk menjadi Capres atau Cawapres penggantinya dan pengganti Wapresnya. Presiden Soeharto tak pernah pula menunjuk anaknya untuk menjadi Ketua Umum Golkar, apalagi cukup menjadi kader hanya dengan dua hari saja. Jikapun dulu ada Mbak Tutut yang konon dipersiapkan oleh Soeharto untuk menjadi penggantinya, nyatanya hal itu hanya dugaan banyak orang saja ketika itu.
Akan tetapi tidak demikian dengan Presiden Jokowi, konstitusi ditabraknya, berbagai Peraturan Perundang-undangan digilasnya, ketua-ketua lembaga terindikasi dikendalikannya, anak-anak dan menantunya yang masih awam politik dikarbit dan diorbitkan dengan begitu mudahnya untuk menjadi Walikota, Ketua Umum Partai Politik dan Cawapres 2024. Tak hanya itu, cobalah sesekali mau mendengar suara batin rakyat yang terpinggirkan, mereka berjualan martabak dan pisang berpuluh-puluh tahun tapi untuk memiliki rumah yang sederhana saja kadang masih susah, sedangkan anak-anak Presiden Jokowi baru beberapa bulan jualan martabak dan pisang saja langsung jadi miliarder !.
Di nun jauh sana rakyat kecil cangkruk’an, berdiskusi kecil tentang nasib hidupnya di sebuah negeri yang selalu dirundung gelisah dan gaduh,”apalah artinya perjuangan hidup orang-orang kecil seperti kita ini, berpuluh tahun berorganisasi dari satu organisasi ke organisasi lainnya, dan berpuluh tahun berjibaku di partai politik namun hidup kita masih begini-begini saja. Saat kita sudah mengumpulkan harapan demi harapan untuk memetik buah hasil dari perjuangan proses hidup kita, eee…anak Pak Presiden Jokowi bersama iparnya begitu mudah mendapatkan semuanya. Ternyata Presiden Soeharto yang dahulu menjadi musuh politik kita jauh lebih berbobot dan berkualitas daripada Presiden Jokowi ini ya?”.
“Sekejam-kejamnya Soeharto, beliau dahulu tidak pernah menghianati partainya sendiri, lah ini Jokowi bukan hanya berkhianat pada partainya, melainkan berkhianat pula pada Ibu Megawati yang telah mendidik dan membesarkan namanya, berkhianat pada Mas Ganjar Pranowo, sahabat yang dahulu berjuang mati-matian memenangkan Jokowi untuk menjadi Gubernur dan Presiden dua periode, dan anak-anak serta menantunya untuk menjadi Walikota, serta berkhianat pada rakyatnya yang dahulu mendukung, memilih dan berharap padanya untuk menjadi Presiden yang jujur, adil, bijaksana dan tegak lurus pada Konstitusi Negara”…(SHE).
2 Februari 2024.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pengamat Politik.