Migrant Watch: Ferienjob di Jerman Bukan TPPO
Migrant Watch mengecam pernyataan pihak kepolisian bahwa Program Ferienjob di Jerman adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Kok begitu entengnya kepolisian menyeret kasus mahasiswa yang ikut program Ferienjob di Jerman adalah TPPO. Itu sangat sadis dan keliru. Apakah ini karena kepolisian tidak mengerti definisi TPPO atau bentuk kriminalisasi pada perguruan tinggi,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan ke media, Jakarta (24/3/2024).
Aznil Tan menilai kasus menimpa 1.047 mahasiswa mengikut program fereinjob di Jerman tidak memenuhi syara unsur TPPO.
“TPPO itu adalah kejahatan luar biasa terhadap harkat martabat manusia. Korbannya dalam kendali untuk dieksploitasi. Kondisi korban dalam terniaya dan menderita psikis berat. Sedangkan, Ferienjob ini adalah sebuah program resmi pemerintahan Jerman bagi mahasiswa bekerja sebagai buruh kasar mengisi waktu libur kuliah dan mendapatkan uang saku tambahan,” jelasnya.
Dia menilai adanya mahasiswa yang menjalani ferienjob di Jerman mengadukan masalah ke KBRI Berlin karena mahasiswa tersebut tidak memahami program ferienjob.
“Ada mahasiswa melapor bahwa dia mendapat pekerjaan yang cukup berat, bisa jadi mahasiswa tersebut tidak tahu bahwa program ferienjob itu adalah program kerja buruh kasar di pabrik, restoran, bandara, kargo atau tempat lainnya. Bisa juga mereka itu tidak siap secara fisik dan bekerja dalam suhu musim dingin,” ujarnya lebih lanjut.
Peserta mahasiswa menganggap program ferienjob merupakan program kuliah sambil bekerja sudah menjadi kekisruhan dalam program ini.
“Jika mahasiswa memahami ferienjob itu adalah kuliah sambil bekerja adalah keliru besar. Apalagi bekerja sambil liburan, itu lebih keliru lagi. Karena diluar ekspektasi itulah bisa jadi penyebab mahasiswa ikut program ferienjob bermasalah,” tambah dia.
Atas ada kasus penipuan bermodus magang kepada mahasiswa, Aznil meminta polisi untuk menghusut pelakunya.
“Jika memang ada agensi menjanjikan mahasiswa bekerja dan belajar di Jerman atau pelanggaran prosedur, itu yang mesti ditelusuri oleh kepolisian. Bukan ujug-ujug melabeli TPPO. Ini bisa merusak dunia ketenagakerjaan dan membunuh harapan orang lain ingin dapat program ini. Ini juga bisa merusak hubungan diplomatik Indonesia dengan Jerman. Karena TPPO merupakan aib besar suatu negara,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus program magang untuk mahasiswa ke Jerman atau ferienjob.
Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan dalam kasus ini diduga ada keterlibatan 33 universitas di Indonesia yang tergabung dalam program yang disosialisasikan oleh PT CVGEN dan PT SHB.
Bahkan korban dalam kasus perdagangan manusia yang diduga dilakukan oleh pihak universitas ini mencapai 1.047 mahasiswa.
Dalam kasus ini, Polri menetapkan lima tersangka. Sebanyak dua tersangka yang ada di Jerman berinisial perempuan yakni ER alias EW (39) dan A alias AE (37).
Tiga tersangka lain adalah ada di Indonesia. Mereka adalah seorang perempuan inisial AJ (52) dan dua laki-laki yaitu MZ (60) dan termasuk Prof SS (65).
Para tersangka disangka Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta
Lalu, Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar. (ibra/her)