Oleh: Saiful Huda Ems.
Mungkin sudah menjadi hal yang sangat jelas bagi khalayak umum, bahwa Gerakan 212 Tahun 2016 di DKI Jakarta dulu itu dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam garis keras, yang dipimpin beberapa pentolan-pentolan Front Pembela Islam (FPI). Dan khalayak umum itu tentu pula sangat mengerti, bahwa mereka itu (FPI) hanyalah orang-orang lapangannya saja, sedangkan intellectual dader (otak intelektualnya) adalah para politisi yang terdapat di Partai Gerindra, Demokrat, PAN dll.nya. Namun benarkah yang terjadi sesungguhnya demikian? Ini yang ingin saya jelaskan.
Pada mulanya saya cukup lumayan dekat dengan beberapa orang yang katakanlah Ring 1 Istana. Hampir setiap hari saya menjalin kontak komunikasi dengan mereka, dan yang selalu kami bicarakan adalah konsolidasi kekuatan para pendukung Presiden Jokowi. Akan tetapi ada hal aneh ketika Jakarta memanas, yakni menjelang adanya demo besar-besaran (212) yang hendak melenyapkan Ahok dari bukan hanya Jakarta, namun Panggung Politik Indonesia. Hampir tiap hari saya dikirimi mereka link berita soal isue-isue miring korupsi Ahok.
Pada mulanya saya bertanya-tanya dalam hati, apa maksudnya orang-orang Ring 1 Istana ini mengirimi saya link berita-berita yang demikian secara terus menerus? Apakah maksudnya saya diminta untuk melakukan counter opini terhadap isue-isue demikian yang lalu lalang di medsos? Namun semakin kesini semakin jelas tanda-tandanya yang sangat berbeda dari yang saya duga. Ada kemungkinan besar, bahwa merekapun ingin menyingkirkan Ahok.
Meski demikian saya tidak pernah bergeser dari pendirian saya untuk tetap mendukung Ahok, dan sayapun dijadikan sebagai salah satu advokat kuasa hukum dari Kasus Penistaan Agama yang dituduhkan pada Ahok. Sejak saat itu sayapun dijauhi oleh mereka, namun bersyukur nasib baik masih berpihak pada saya, mereka pergi datanglah orang-orang Ring 1 Istana lainnya yang lebih arif dan bijaksana berteman dengan saya.
Berhari-hari ketika itu saya terus berpikir keras, kenapa gelombang dukungan untuk aksi 212 ini begitu deras, dan kenapa pula Istana ketika itu tidak terlalu tegas menyikapi mereka? Jikapun Ahok hanyalah sasaran “antara”, untuk yang sebenarnya mereka ingin menjatuhkan Presiden Jokowi, tetapi kenapa Pemerintahan Jokowi pada akhirnya harus pasrah, Ahok dipaksa masuk penjara oleh mereka? Sayapun bertanya-tanya, jika Presiden Jokowi sebagai ancaman pertama mereka, kenapa orang-orang Ring 1 Istana itu malah seakan melemahkan semangat moril saya untuk mendukung Ahok ketika itu? Ada apa ini? Siapa sesungguhnya yang bermain di belakang layar atas semua ini?.
Saya sangat mengenal secara dekat beberapa pentolan penting Gerakan 212, bahkan di antaranya pernah ada yang jadi mantan bos perusahaan tempat saya dahulu bekerja, tapi kemudian putus hubungan karena saya tak mau diajak melawan Presiden Jokowi. Saya tau percis kekuatan politik mereka sesungguhnya itu hanya sampai dimana, tetapi kenapa kok saat itu mereka dapat menghimpun kekuatan yang sangat besar dan dahsyat sekali?. Apalagi di antara orang-orang istana itu ada yang pernah jadi bosnya Habib Rizieq, harusnya mereka sangat mudah sekali menghentikan gerakan 212 yang dipimpin Habib Rizieq itu. Lalu kenapa semuanya seakan tak berdaya menghadapi rencana aksi 212 saat itu?.
Ada beberapa hal ketika itu yang saya sampaikan langsung pada adik kandung kesayangan Ahok, namanya Fifi Lety. Di kantornya tempat kami para kuasa hukum Ahok biasa menggelar rapat, saya sampaikan hal yang menjadi keganjalan hati dan pikiran saya. Waktu itu Fifi tidak terlalu banyak berkomentar soal apa yang saya pikir dan rasakan. Dalam hati saya berkata, mungkin Ahok dan Fifi jauh lebih tau dari saya keadaan yang sebenarnya, bahwa istana sesungguhnya berada di posisi mana. Yang jelas, untuk soal lainnya, seperti KH. Said Aqil Siradj Ketum PBNU ketika itu yang tiba-tiba bereaksi keras pada Ahok, saya coba menjelaskan alasannya didepan Fifi dan kemudian dijawab oleh Ahok dengan baik hingga clear semua masalah.
Waktu demi waktu telah berjalan, tiba-tiba Mahfud MD dicoret dari Bacawapresnya Jokowi, diganti dengan KH. Ma’ruf Amin yang langsung dideklarasikan sebagai Cawapresnya Capres Jokowi 2019. Siapa KH. Ma’ruf Amin? Beliau ketika itu adalah Ketum Majelis Ulama Indonesia (MUI)–Sebelumnya menjadi Ketua Komisi Fatwa MUI– yang sebelumnya sangat berapi-api mengkriminalisasi Ahok sebagai Penista Agama. Fifi Lety pun segera kirim WA ke saya dan meminta pendapat saya soal dipilihnya KH. Ma’ruf Amin sebagai Cawapresnya Jokowi 2019. Saya tidak bisa bicara banyak pada Fifi kecuali hanya berkata, beliau ternyata satu almamater dengan saya, sama-sama Alumnus Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.
Detik-detik menjelang Pertarungan Pilpres 2019 pun terasa mendetak keras di dada kita, khawatir jika saja Presiden Jokowi kalah berhadap-hadapan dengan Capres Prabowo. Namun ada yang aneh dan sangat mengejutkan kita semua, Fifi Lety saat itu berkunjung ke rumah Capres Prabowo dan memberikan dukungan untuknya secara terbuka. Saya kembali bertanya-tanya dalam hati, inikah jawaban nyata atas semua misteri Gerakan 212? Apakah keluarga Ahok menganggap Istana berada di balik Gerakan 212?.
Ataukah mereka hanya kecewa KH. Ma’ruf Amin Ketua Komisi Fatwa dan kemudian menjadi Ketua Umum MUI saat itu yang sebelumnya mengutuk keras Ahok sebagai Penista Agama, yang dipilih oleh Capres Jokowi sebagai Cawapresnya, hingga keluarga Ahok melalui Fifi menjatuhkan pilihan dukungannya pada Capres Prabowo? Ataukah mungkin juga, pilihan politik Fifi Lety saat itu bukanlah representasi dari pilihan politik Ahok dan semua keluarganya, melainkan hanya pilihan pribadi Fifi Lety saja? Politik memang bukanlah hal yang serba hitam putih, dimana si A pasti memilih si A dll.nya. Akan tetapi politik sesungguhnya merupakan seni kemungkinan, dimana semua hal tidak melulu menjadi sesuatu yang mustahil. Wallahu a’lamu bishawab…(SHE).
24 Juni 2023.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik. Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU JOKOWI.