Oleh : Ari Supit
Jakarta, 8 April 2025 — Dalam lanskap ekonomi global yang diguncang ketidakpastian, perang dagang, dan gejolak tarif, Indonesia menjawab tantangan bukan hanya dengan angka-angka makroekonomi, tetapi dengan solusi konkret dari meja makan rakyat.
Hal ini tergambar jelas dalam pidato inspiratif Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang disampaikan di hadapan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam Sarasehan Ekonomi bertema “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Tarif Perdagangan”, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta.
Di tengah forum elite ekonomi dan kebijakan, Dadan tampil berbeda. Ia membawa wacana ekonomi kembali ke akar persoalan: gizi, pangan lokal, dan penguatan sektor UMKM kuliner. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan BGN, kata Dadan, bukan hanya soal pemberian makan, melainkan strategi ekonomi yang merangkul semua lapisan.
“Kami bukan hanya memberi makan rakyat, kami menghidupkan restoran kecil yang nyaris mati, kami menjadi offtaker produk petani lokal, kami membangun ekosistem ekonomi berbasis gizi”, ujar Dadan dengan nada yakin.
Ia menyampaikan bahwa kebutuhan program MBG telah mencapai skala besar: 200 kilogram beras dan 6.000 telur ayam per hari untuk 3.000 penerima manfaat. Dan jika target nasional 82,9 juta penerima tercapai pada November 2025, Indonesia akan membutuhkan 400 ribu ton telur ayam per tahun _ sebuah peluang raksasa bagi peternak dalam negeri.
“Kami memutar ekonomi dari bawah. Dari para petani telur, warung makan, dapur komunitas, dan pelaku UMKM kuliner,” katanya.
Tak hanya itu, Dadan juga membahas keberanian pemerintah menganggarkan Rp25 triliun per bulan untuk program MBG. Bagi BGN, ini bukan beban, melainkan investasi produktif dalam pembangunan manusia.
Kehadiran Presiden Prabowo sebagai moderator sekaligus pendengar aktif dalam acara ini mencerminkan gaya kepemimpinan baru: dialogis dan responsif. Presiden menyambut baik pendekatan yang ditawarkan BGN, menyatakan bahwa kebijakan ekonomi nasional harus menyentuh keseharian rakyat.
“Ini bukan hanya program sosial. Ini adalah bentuk nyata dari ekonomi gotong royong, dari ekonomi yang berpihak”, tutur Presiden Prabowo dalam responsnya.
Sarasehan ini menjadi ruang strategis, bukan hanya untuk menyampaikan kebijakan, tetapi untuk merumuskan ulang arah ekonomi nasional. Di tengah derasnya arus proteksionisme global, Indonesia memilih jalan yang berakar: berdikari lewat pangan sendiri, gizi sendiri, dan kekuatan rakyat sendiri.
Dengan paparan yang kuat dan basis data lapangan yang nyata, Kepala BGN tak hanya memaparkan program. Ia menawarkan paradigma baru: bahwa membangun ekonomi tidak cukup dengan tower dan tol, tetapi harus dimulai dari nutrisi dan nilai kehidupan.
“Kami tidak menjual mimpi. Kami menjual harapan yang bisa dimakan hari ini, dan dijadikan kekuatan esok hari”, tutupnya.
Dari Sarasehan ini, satu hal menjadi terang: ekonomi yang kuat adalah ekonomi yang dimulai dari perut yang kenyang dan hati yang tenang. Dan Indonesia sedang melangkah ke sana _ dengan nasi, telur, dan semangat kemandirian.