*SIDOARJO* – Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan Indonesia merupakan produsen kopi terbesar ke-4 di dunia, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Namun, lebih dari 700 ribu ton kopi yang diproduksi tiap tahun, sekitar 60 persen masih dalam bentuk biji mentah yang diekspor dengan nilai tambah minimal. Selain itu, kopi Indonesia seringkali hanya dikenal sebagai bahan baku di luar negeri yang kemudian dikemas ulang dengan merek asing dan dijual kembali ke pasar dalam negeri dengan harga tinggi.
“Siapa yang tidak kenal kopi Gayo yang aromatik, kopi Mandailing yang kuat, kopi Toraja yang eksotis, hingga kopi Luwak yang mendunia. Namun ironisnya, dominasi pasar domestik justru sering kali diisi oleh merek-merek asing atau kopi olahan impor. Sudah saatnya kopi Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sehingga dapat menjadi pasar yang subur bagi para petani, pengolah, dan pebisnis kopi Indonesia,” ujar Bamsoet saat mengunjungi Pabrik Kopi Kapal Api di Sidoarjo Jawa Timur, Rabu (16/7/25).
Hadir antara lain Deputy Managing Director PT Santos Jaya Abadi Vincent C. Mergonoto dan Direktur Utama PT. Excelso Multirasa Kevin C. Mergonoto.
Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini memaparkan, mewujudkan kopi Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri tidak sekadar meningkatkan konsumsi, tetapi juga membangun ekosistem yang kuat dari hulu hingga hilir. Di hulu terdapat para petani kopi yang merupakan garda terdepan dalam menghasilkan biji kopi berkualitas. Namun, seringkali para petani kopi terperangkap dalam harga jual yang fluktuatif dan akses pasar yang terbatas.
“Di sinilah peran hilirisasi menjadi sangat vital. Hilirisasi industri kopi bukan hanya sekadar mengolah biji kopi menjadi bubuk, melainkan menciptakan beragam produk turunan bernilai tambah tinggi serta mengembalikan kendali atas kekayaan bangsa. Negara harus hadir tidak hanya sebagai regulator, tetapi sebagai fasilitator dan akselerator. Semisal, dengan memberikan insentif fiskal, infrastruktur, serta dukungan pembiayaan bagi industri pengolahan kopi lokal, termasuk pelaku UMKM,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia menjelaskan, dampak langsung dari hilirisasi adalah terciptanya lapangan kerja yang masif. Dari petani yang membutuhkan tenaga kerja untuk panen dan pengolahan awal, pabrik pengolahan yang mempekerjakan ribuan orang, hingga barista dan staf di kedai kopi, serta para pekerja di sektor logistik dan pemasaran. Belum lagi peluang bagi para desainer kemasan, marketing specialist, dan profesional di bidang pariwisata kopi.
Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa sektor kopi telah menyerap jutaan tenaga kerja, dan angka ini berpotensi meningkat signifikan jika hilirisasi digencarkan. Sementara laporan Toffin Indonesia mencatat bahwa hingga tahun 2024, terdapat lebih dari 3.000 gerai kopi modern di Indonesia dengan pertumbuhan tahunan mencapai 7 hingga 10 persen.
“Kopi lebih dari sekadar produk. Kopi bisa menjadi salah satu wajah Indonesia di mata dunia. Selama kopi-kopi terbaik kita hanya menjadi bahan baku untuk merek luar negeri, selama itulah kedaulatan ekonomi kita masih tergadai. Karena itu, perjuangan menjadikan kopi Indonesia sebagai tuan rumah di negeri sendiri adalah bentuk keberpihakan pada ekonomi bangsa,” pungkas Bamsoet. (*)