CIREBON – Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri melakukan asistensi dan supervisi integrasi kebijakan ketangguhan bencana banjir dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Dokrenda), Kamis (20/6/2024) di The Luxton Cirebon Hotel.
Pertemuan tersebut merupakan upaya pemerintah pusat untuk mendorong pemerintah daerah dalam mengoptimalkan perencanaan pembangunan berbasis pengurangan risiko bencana.
Rapat ini dibuka dan dipimpin Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Restuardy Daud dengan menyampaikan salah satu topik ketangguhan (resilience) bencana menjadi tujuan utama dalam penanggulangan bencana banjir.
“Ketangguhan tidak hanya mencakup bagaimana masyarakat merespons potensi bahaya atau pun menyikapi bencana, tetapi juga kemudian kemampuan untuk pulih melanjutkan kehidupan normal kembali. Tangguh untuk mengantisipasi, tetapi juga tangguh untuk bangkit kembali pasca terjadinya bencana,” jelas Restuardy.
Lebih lanjut, Restuardy mengatakan perubahan paradigma dalam penanganan bencana yang sebelumnya responsif menjadi preventif dan yang sebelumnya sektoral menjadi tanggung jawab bersama atau multisektor.
“Jadi, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan menjadi tanggung jawab bersama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) maupun masyarakat,” imbuh Restuardy.
Restuardy menegaskan Pemda dapat mengintegrasikan kebijakan ketangguhan dan penanganan bencana banjir ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Pemda juga dianggap perlu melakukan identifikasi masalah pokok, membuat prioritas, dan strategi hingga rencana aksi yang kemudian diselaraskan dengan RPJMD.
Pemerintah daerah, kata Restuardy, dituntut untuk mendukung kebijakan nasional tersebut dengan meningkatkan investasi pengembangan infrastruktur kebencanaan guna mengurangi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh banjir serta biaya-biaya sosial ekonomi untuk keadaan darurat serta pemulihan pasca bencana.
Sebagai gambaran, BNPB mencatat bahwa selama periode 2010-2020, rata-rata kerugian negara akibat bencana setiap tahunnya mencapai sebesar 22,8 triliun.
Hasil kajian Bappenas menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga 544 triliun selama 2020-2024 akibat dampak perubahan iklim jika intervensi kebijakan tidak dilakukan.
“Kita dapat mengambil pelajaran untuk mengurangi potensi kerugian materiil maupun non materiil, yang mana terdapat sekitar 232.260 jiwa terdampak oleh bencana banjir,” terang Restuardy.
Sementara itu, sesuai mandat pada Inmendagri Nomor 2 Tahun 2024, Restuardy menyampaikan bahwa kepala daerah perlu melaksanakan kebijakan di bidang sumber daya air yang berorientasi mewujudkan ketahanan.
Peran aktif pemerintah daerah juga perlu didorong dalam mewujudkan tata kelola, kerja sama, dan diplomasi air. Upaya tersebut diwujudkan melalui peningkatan dialog, kerja sama, partisipasi, dan koordinasi semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan wilayah sungai, lintas batas wilayah sungai, danau, lahan basah (gambut/rawa), pulau-pulau kecil, serta akuifer air tanah.
Sedangkan upaya lainnya melalui pengembangan budaya dan kearifan lokal yang mendukung tata kelola air di wilayah masing-masing.
“Pemda dapat menyusun kebijakan dan program pencegahan serta pengelolaan banjir yang terpadu serta penting untuk mengintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dengan didukung alokasi anggaran yang memadai, serta peningkatan investasi pembiayaan infrastruktur kebencanaan,” pungkas Restuardy.
Pertemuan ini dihadiri oleh pemerintah pusat yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Kemendagri dan pemerintah daerah yaitu Provinsi DKI, Provinsi Banten, Provinsi Jabar, Provinsi Jateng, Provinsi Jatim, Provinsi NTB, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Lampung, Provinsi Sumbar, Provinsi Sumsel, Provinsi Sumut dan kabupaten/kota terpilih.