Padang, SuaraKita.id – Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan rapat sinergitas pemerintah daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap percepatan penyusunan dan penetapan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai pedoman dalam penyusunan dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) secara hybrid bertempat di Mercure Hotel Padang, Rabu (21/2/2024).
Pada kesempatan itu, Plh. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri oleh Gunawan Eko Movianto mengatakan Kemendagri memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang.
“Peraturan daerah merupakan salah satu produk hukum di daerah dan salah satu tugas Kemendagri adalah melaksanakan pembinaan terhadap penyusunan kebijakan di daerah. Peraturan daerah tersebut merupakan salah satu bagian dari kebijakan daerah,” kata Gunawan.
Usai pembukaan, dilanjutkan dengan pemaparan dari tiga narasumber yang dipandu oleh Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Sumatera Barat selaku moderator. Adapun ketiga narasumber tersebut yaitu Direktur Tata Ruang dan Penanggulan Bencana Kementerian PPN/Bappenas, Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Kementerian ATR/BPN, dan Sekretaris Ditjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN.
Narasumber pertama, Direktur Tata Ruang dan Penanggulan Bencana Kementerian PPN/Bappenas Uke Muhammad Hussein menyampaikan mengenai peran rencana tata ruang dalam perwujudan pembangunan nasional dan daerah.
Pada paparannya, Uke menyampaikan harapannya terhadap pemerintah daerah agar dapat mempercepat proses penyusunan rencana tata ruang, baik itu RDTR maupun revisi-revisi RTRW yang diperlukan sehingga nantinya dapat menjadi basis pemanfaataan lahan/ruang yang produktif dan berkelanjutan demi menyongsong dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Selanjutnya, narasumber kedua, Sekretaris Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN yaitu Farid Hidayat menyampaikan paparan mengenai mekanisme penetapan Raperda RTRW berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021.
Farid menyampaikan bahwasanya untuk mencapai kesepakatan substansi RTRW provinsi/kabupaten/kota antara Pemda dengan DPRD dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan sejak mendapat persetujuan substansi. Jika dalam 2 (dua) bulan belum mencapai kesepakatan, diberikan waktu selama 1 (satu) bulan untuk kepala daerah dapat menetapkan Perda RTRW, setelah itu apabila kepala daerah belum menetapkan Perda RTRW, maka dalam bulan keempat, Perda RTRW akan ditarik oleh Kementerian ATR/BPN menjadi Peraturan Menteri.
Narasumber ketiga Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Kementerian ATR/BPN Pelopor menjelaskan mengenai percepatan penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Wilayah I (Sumatera, Jawa, dan Bali).
Pada paparannya, Pelopor menjelaskan mengenai kendala-kendala yang dapat menghambat proses penetapan RTRW, baik RTRW di tingkat provinsi maupun RTRW kabupaten/kota. Salah satu kendala yang dipaparkan adalah proses persetujuan dengan lembaga legislatif atau DPRD.
”Perlu sedemikian rupa untuk melibatkan teman-teman di legislatif itu atau paling tidak terinformasikan setiap perkembangan yang kita susun dari awal. Supaya ke depannya apabila sudah dilakukan komunikasi yang intensif antara Pemda dengan DPRD, pembahasan dan persetujuan muatan substansi yang ada dalam RTRW dapat mudah dicapai,” kata Pelopor.
Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Restuardy Daud memberikan arahan mengenai urgensi dari penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang. ”Terdapat tiga urgensi dari penyusunan dan penepatapan Rencana Tata Ruang. Pertama, acuan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah seperti yang tercantum dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mensyaratkan bahwa penyusunan RPJPD, RPJMD, dan termasuk RKPD berpedoman pada RTRW termasuk KLHS di dalamnya, kemudian yang kedua adalah menjadi dasar dalam pengaturan pengendalian pemanfaatan ruang dalam konteks pengembangan wilayah, serta menjadi dasar pemberian perizinan berusaha,” jelas Restuardy.
Sebelum menutup rapat, Restuardy menegaskan kembali beberapa hal. Pertama, DPRD agar membantu percepatan penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota dengan memperhatikan tugas dan kewenangannya. Kedua, pelibatan DPRD dalam proses penetapan Perda RTRW agar konsisten dalam penunjukan (panita khusus atau alat kelengkapan DPRD). Ketiga, substansi teknis rencana tata ruang agar clean and clear pada saat persetujuan substansi, mengingat terbatasnya jangka waktu penetapan Perda. Terakhir, kesepahaman bersama di tingkat pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam melaksanakan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.