Diskusi Interaktif Indonesia Labour Forum bertajuk “Kupas Tuntas” Sistem Penempatan Satuh Kanal (One Channel System) , Siapa Untung Siapa Buntung, untuk PMI penempatan Arab Saudi ataupun Timur Tengah mendapatkan antusias peserta yang cukup tinggi.
Kegiatan yang diselenggarakan Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila yang disupport organ sayapnya, Serikat Pekerja Migran Indonesia-Patriot Pancasila (SPMI-PP) dinilai sukses. Dilangsungkan dalam rangka rangkaian memperingati Migran Day, 18-22 Desember 2022. Jakarta (22/12/2022) di Kantor Sekretariat MPN Pemuda Pancasila, Jl. Teuku Cik Ditiro.
Hadir sebagai pembicara Ketua B2P3 Jamaluddin Suryahadikusuma, Direktur Eksekutif Migran Watch Aznil Tan, aktivis buruh migran Yusri Albima dan pengamat kebijakan publik Hendra Setiawan (pelaku pemerintahan jaman SBY), BP2MI Defry Sofyan. Dengan dipandu presenter kondang Rahma Sarita.
Dalam paparannya, Ketua Umum Badan Buruh dan Pekerja Patriot Pancasila (B2P3) Jamaludin Suryahadikusuma menegaskan pentingnya tanpa monopoli dalam bisnis penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Buka seluas-seluasnya, jangan ada monopoli, jangan hanya melibatkan satu asosiasi,” ujar Jamal seraya menambahkan apalagi parameter penentuan asosiasi tidak transparan.
Imbuh Jamal, bahwa SPSK untuk saat ini memang tawaran lebih bagus dari pada moratorium yang menutup hak orang untuk mendapatkan pekerjaan. Moratorium diberlakukan pemerintah sejak 2012, dimaksudkan untuk memberikan kesempatan memperbaiki sistem Penempatan TKI ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah yang selama ini kurang baik, sehingga banyak menimbulkan masalah bagi TKI, terlalu lama tidak memberikan solusi.
Jamal melihat berlarutnya moratorium membuat banyak PMI berangkat ke negara penempatan secara non prosedural atau bahkan ilegal. Untuk itu, kata dia, Pemerintah harus segera mengambil langkah agar penempatan bisa dibuka kembali.
“Sistem penempatan satu kanal ini bagus, hanya saja kenapa sistem ini belum jalan hingga saat ini? Hal ini yang kami pertanyakan. Malah disinyalir ada aspek monopoli lewat sistem ini, sehingga menimbulkan banyak protes,” ujarnya. Jamal menambahkan pentingnya menghentikan ego sektoral dengan memprioritaskan kepentingan pekerja migran itu sendiri.
” Buka seluas-seluasnya penempatan, fasilitasi agar bisa bekerja secara aman dan nyaman, “pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan mengatakan, mindset atau cara pandang Pemerintah terhadap dunia pekerja migran perlu diubah bukan hanya perlindungan tetapi menutup pintu pekerjaan. ” Pemerintah penting berorientasi pada penempatan yang aman, karena inti dari dunia migran adalah pada penempatan,” ujarnya. Lanjut Aznil, bukan sebaliknya, berorientasi pada perlindungan yang konsep dan implementasinya sulit dijabarkan.
Sementara itu pengamat buruh kebijakan publik Hendra Setiawan menyinggung bahwa saat ini penempatan buruh migran khususnya Timur Tengah diperlakukan laksana bisnis remang-remang, dibiarkan terlalu lama terkatung-katung. “Seharusnya Kemenaker, Kemenlu dan BP2MI harus satu visi,” ujarnya. Bukan seperti saat ini, lanjutnya, justru membuka pasar kerja baru tetapi support system tidak mendukung. Menurutnya Kemenaker dalam pembatasan PMI tidak ada kajian.
Kegiatan ini juga dihadiri ratusan jajaran pengurus dan anggota SPMI-PP baik pusat, PW DKI Jakarta, Serang, Tangerang, Cirebon, Cianjur maupun PW Bali.
Sementara itu Indonesia Labour Forum adalah kegiatan rutin B2P3 untuk mengkritisi dan memotret masalah perburuhan di Indonesia, baik lokal maupun migran. (ibra /her)