Jakarta – Ratusan massa yang menamakan DPP Gerakan Dakwah Nurani Nusantara (GDNNusa) berorasi dan melakukan aksi di depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan di terima sama Humas KPK Fajar Prayoga Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta pada Senin, 27 Mei 2024.
Dalam orasinya Subhan Chair selaku Sekjen DPP GDNNusa menyampaikan,
adanya dugaan kuat terjadi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran regulasi tentang kebijakan Haji Plus tahun 2024 atas penambahan Kuota 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi.
“Kami laporkan terkait alokasi penambahan kuota Haji tahun 2024 dari Arab Saudi sebanyak 20.000 yang separuh dari tambahan kuota tsb dialokasikan untuk Haji Plus yang menurut temuan kami di lapangan dibandrol dengan harga 200 juta sampai 400 juta Rupiah. Padahal menurut UU Haji Tahun 2019 bahwa dari seluruh quota Haji hanya diperbolehkan maksimal 8 persen yang bisa dialokasikan untuk Haji khusus, sisanya 92 persen dari quota Haji tsb harus dialokasikan untuk Haji reguler,” ujar Subhan.
Menurutnya anehnya lagi, untuk melegalkan hal ini Diterbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 130/2024. Padahal seharusnya sesuai UU Haji bahwa penetapan Kuota Haji harus berbentuk Peraturan Menteri Agama (PMA). Dimana proses PMA tsb harus berkonsultasi dengan Mensesneg, DPR dan Menkumham RI.
“Atas dasar temuan inilah maka kami menduga kuat ada indikasi Korupsi atas biaya Haji Plus yang sangat besar tsb, jika dikalkulasikan 8.400 jamaah yang seharusnya untuk jatah Haji Reguler jika terjadi selisih 250 juta saja maka total dugaan korupsi sekitar 2,1 Trilyun rupiah,” terang Subhan lagi.
Kata Subhan, bayangkan saja jika ada penambahan 8.400 jamaah reguler yang bisa berangkat tahun ini, tentunya lumayan untuk mengurangi antrian panjang Haji reguler. Pada saat Rapat Menag RI dengan DPR 20 Mei 2024 kemarin, salah seorang anggota FPPP di komisi VIII juga sudah mempertanyakan kebijakan Menteri Agama yang menjual jatah Haji reguler menjadi Haji Khusus ini.
“Kami hari ini menyampaikan surat resmi meminta KPK bisa tegas dan fokus menyelidiki dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tersebut,” pungkas Subhan. (red)