Gatot Nurmantyo: Pemerintah mengkooptasi Negara demi kepentingannya

SuaraKita.id, Jakarta – Peringatan hari ulang tahun yang kedua (Kamis 18/8/2022), Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) diisi dengan acara diskusi publik.

Tajuk diskusi “Selamatkah Indonesia dengan Sistem Bernegara Hari Ini?”.

Acara digelar di kantor sekretariat KAMI, Jl. Kusumaatmadja No. 76, Menteng Jakarta Pusat, dihadiri oleh narasumber, Anthony Budiawan (Pengamat Ekonomi), Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara), M. Said Didu (Praktisi dan Pengamat BUMN), Dr. Ma’mun Murod Al Barbasy (Rektor UMJ), Dr. TB Massa Djafar (Dosen Pascasarjana FISIP UNAS), serta Dr.Mulyadi (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global – Universitas Indonesia) dengan moderator Hersubeno Arief wartawan senior.

Semua pembicara meyakini bahwa negara bakal hancur jika tidak ada perubahan secara mendasar.

Dalam kesempatan ini, Mantan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, menyimpulkan bahwa hari ini pemerintah telah mengkooptasi negara. Bukan saja tidak lagi bisa dibedakan antara pemerintah dan negara, melainkan juga pemerintah mengkooptasi negara demi memuluskan agenda dan kepentingan sekelompok orang yang menguasai pemerintahan.

Lebih lanjut, Gatot berharap forum-forum diskusi seperti ini terus dilaksanakan hingga daerah-daerah terpencil dengan tujuan untuk memajukan generasi muda.

Pada kesempatan ini, Gatot membacakan puisi karya almarhum Radhar Panca Dahana berjudul Warisan Akhirmu, Sukarno.

Pembicara dari Pasca Sarjana UNAS, Dr. TB Massa Djafa, dalam paparannya diskusinya menyampaikan tentang instrumen yang selalu beriiringan untuk membangun kekuasaan dan merespons kekuatan kritis terdiri dari 3 variabel yakni : struktur kekuaaan, struktur ekonomi dan struktur hukum.

Massa Djafar mengutip Bung Hatta, bahwa politik dan ekonomi saling melengkapi. Kedaulatan ekonomi dan rakyat tidak bisa dipisahkan.

Saat ini kesadaran transformasi belum terkendali. Setuju ada perubahan, namun belum terkonsiderasi, ucapnya.

Sebagai contoh ia sampaikan, mengapa kasus KM 50 hanya berhenti pada FPI, padahal ada masalah hukum, kemanusiaan, politik, dan HAM yang seharusnya setiap orang punya kepedulian.

Anthony Budiawan, Pengamat Ekonomi, menyoroti soal sistem bernegara sampai hari ini dilihat dari kekuasaan pemerintah sudah tidak ada lagi. Kita belum merdeka, kita belum sejahtera dan kita belum kuat sistem hukum masih demi kepentingan kelompoknya sendiri.

Anthony bandingkan bahwa kepentingan di Orde Baru masih memikirkan kepentingan rakyat, namun sejak era reformasi, sumber daya manusia (SDA) dikuasai oleh segelintir pengusaha.

“Saat ini rakyat miskin tidak ada kekuatan untuk melawan, kata Anthony.

Selama ekonomi politik kita masih seperti ini, dirinya berpandangan bahwa tanpa ada perlawanan dari rakyat dan perubahan total, maka Indonesia tidak akan terselamatkan.

Dr. Mulyadi, Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia,
“Gerakan reformasi saat ini bukan reformasi, tapi diisi dengan deformasi,” tegasnya.

Menurutnya republik ini sedang diurus oleh oligarki kembar 3: oligarki politik, oligarki ekonomi dan oligarki sosial.

Ciri negara mau hancur adalah tidak stabil, tidak adaptif dan tidak integratif. Negara sedang mereproduksi ketakutan dengan melakukan keterbelahan, ungkap Mulyadi.

M. Said Didu, Praktisi dan Pengamat BUMN, mengatakan, bangsa ini semakin tergerus sandi-sandi kehidupannya. Semua lembaga negara saat ini di kuasai oleh partai politik.

Selain itu, dirinya menilai bahwa BUMN saat ini juga dijadikan tempat parkir para politis yang gagal caleg. Mereka kemudian diangkat menjadi komisaris BUMN.

“Maka dari itu, rezim sekarang adalah rezim kebohongan,” tegas Said.

Ia pun menyoroti kasus Brigadir Yoshua dan berharap dengan terungkapnya kasus Brigadir Yoshua dapat membersihkan sistem negara.

“Siapa tau tetesan darah beliau membersihkan negeri ini,” katanya.

Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara, pada acara peringatan HUT KAMI ini, ia menyatakan ada persoalan serius dalam tata hukum negara kita. Menurutnya ruang lingkup hukum di Indonesia yang beberapa tahun belakangan mengalami banyak persoalan perlu segera diperbaiki.

RH panggilan akrab Refli menyebutkan tahun 2024 nanti konstitusi Indonesia akan berusia 25 tahun, sejak perubahan pertama tanggal 19 Oktober1999.

“Saat ini kesalahan ada di konstitusi, undang-undang, atau implementasi undang-undang,” ujar Refli.

Menurut dia bahwa konstitusi menyumbang kesalahan itu, misalnya MK tidak memilih rekruitment terbaik.

Maka dari itu dia menyampaikan, secara dingin kita harus melakukan evaluasi terhadap kekurangan-kekurangan kita, basic fundamental kenegaraan kita yaitu konsitusi, jangan lupa, Indonesia sudah menasbihkan diri sebagai negara demokrasi konstitusional.

Dr. Ma’mun Murod, didepan audien yang mayoritas para tokoh, aktivis dan masyarakat ia sampaikan, Muhasabah kita harus sadar bahwa negara sudah dibajak dengan harga yang sangat murah.

Ia soroti dua hal ini.

1. Sejarah politik Indonesia merupakan politik identitas. Politik identitas lebih jahat daripada politik uang.

2. Perbedaan pada rumusan Pancasila tanggal 18 dan 22 Agustus 1945. Rumusan Pancasila tidak lepas dari kelompok agama, berdasarkan isi.

Sistem yang ada saat ini dipastikan tidak akan mampu mempertahankan Indonesia. Negara sudah dibajak dengan harga yang sangat murah. Demikian pendapat Dr. Ma’mun Murod Al Barbasy, Rektor UMJ.

Diskusi dihadiri oleh Bachtiar Chamsah (mantan Mensos), Adi Massardi (mantan jubir Presiden Gus Dur), MS Kaban (Mantan Menhut), Prof Laode Kamaluddin, Ahmad Yani, Radar Trsibakoro, Anton Permana, Alkatiri, Syafril Sofyan, Muslim Arbi, Dony, Hatta Taliwang, Rasyid, dan puluhan deklarator dan jejaring KAMI serta media massa.

Acara diakhiri dengan monolog Bung Karno dengan judul “Besok atau Tidak Sama Sekali” oleh Kang Wawan dari Bandung dan diakhiri dengan pemotongan tumpeng memperingati 2 tahun KAMI bersama anak anak yatim.

(SS/PM – Pers KAMI)

Pos terkait