Denny JA
Pemilu presiden tidak hanya dipenuhi oleh janji-janji kampanye. Ia juga disyahdukan oleh lagu-lagu soal calon presiden.
Kita mulai dengan lagu ini. Memang Ahmad Dhani yang menyusun lagu itu, tapi ia dimodifikasi dan dinyanyikan oleh Agus Harimurti Yudhoyono.
“Tuhan kirimkanlah aku. Presiden yang baik hati. Yang mencintai rakyatnya. Apa adanya.”
Juga lagu ini. Ia memang diciptakan oleh Tipe X, namun SBY menyanyikannya untuk Prabowo: Kamu nggak sendirian. SBY pun memberi pengantar sebelum bernyanyi.
“Partai Demokrat,” ujar SBY, bersama partai-partai lain, tak akan membiarkan Prabowo sendirian.” SBY sendiri berjanji akan turun gunung, berada di belakang Prabowo.
“Percayalah padaku, mesti di gelap malam, Kamu nggak sendirian. Dan semua bintang, yang kutinggalkan, temani kau sampai akhir malam.”
Kita masih ingat tahun 2014. Itu lagu masih kuat di memori kita. Betapa Slank dan kawan-kawannya menyanyikan lagu: Salam dua jari. Jangan lupa pilih Jokowi.
Lagu itu ikut meromantisasi, menyentuh publik luas untuk memenangkan Jokowi dalam pemilu presiden.
“Kita harus menang total. Untuk revolusi mental. Salam dua jari, jangan lupa pilih Jokowi. Salam dua jari jangan lupa pilih Jokowi.”
Memang sudah sejak lama riset menyatakan bahwa begitu dekatnya kampanye presiden dengan lagu-lagu yang dinyanyikan untuk sang capres.
Masih diingat yang cukup fenomenal. Itu pemilu presiden di Amerika Serikat tahun 1932. Saat itu dikenal dengan era The great depression. Dunia dalam krisis besar ekonomi.
Franklin D Roosevelt saat itu menang telak. Kemenangannya ikut dibantu oleh lagu: Happy Days are here again.
Ini lagu membawa semangat dan optimisme. Di tengah kesulitan ekonomi, lagu itu memberi harapan. Lagu itu dipersonifikasi ke Roosevelt selaku pembawa harapan.
Roosevelt memenuhi harapan itu dengan programnya; The New Deal. Program Negara kesejahteraan ikut diperkenalkan dan dikembangkannya di era itu.
Aneka kisah masa sulit, dan spirit harapan ke depan diwakili oleh lagu itu.
Efek lagu kepada kampanye yang efektif terjadi untuk tiga hal. Pertama, lagu itu memperkuat ikatan batin antara calon presiden dengan pemilihnya.
Memang kekuatan lagu itu pada kemampuannya menggugah dan menyentuh emosi.
Kedua, lagu itu lebih mudah diingat. Jika lagu tersebut semakin sering dinyanyikan untuk calon presiden tertentu, capres itu pun terasosiasi dengan lagu tersebut.
Ketika publik mendengar lagu itu, mereka pun teringat capres itu. Di memori kita, asosiasi lagu dan capres terbenam cukup dalam.
Ketiga, pesan utama untuk capres itu bisa diselipkan dalam lagu. Saat itu Obama ingin pesan utamanya sampai ke publik: Yes, We Can. Ya, Kita Bisa!
Pesan itu diinspirasi oleh lagu populer sebelumnya. Lagu “Yess, We Can,” adalah jenis musik funk yang ditulis oleh Allen Toussaint, dan pertama kali dirilis oleh Lee Dorsey pada tahun 1970.
Lagu ini dipopulerkan ketika direkam oleh girl grup R&B Amerika Pointer Sisters.
Menuju Pilpres 2024, kita akan mendengar makin banyak lagu-lagu yang syahdu untuk masing-masing calon presiden.***
**Transkripsi yang diedit dari video EKSPRESI DATA Denny JA (24/9/2023)
**Dibolehkan mengutip dan menyebar luaskan tulisan/video di atas.