Jakarta–Awak media menerima tulisan dari dr. Tunggul P. Sihombing, MHA di Jakarta, Sabtu (23/9)
Berikut selengkapnya:
Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Melakukan Kejahatan: “Putusan Palsu & Aset Sitaan” (Jaksa Main Putusan Palsu Dan Aset)
Merujuk Amanat UUD Tahun 1945 Dan Amanat UU
1. Merujuk pasal 2 ayat (3) Juncto Pasal 24 A Ayat (2) UUD Tahun 1945 Menyatakan: “Indonesia Negara Hukum; Putusan Hakim Harus Berdasarkan integritas Dari kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum”
2. Merujuk Pasal 200 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Juncto Pasal 50 Ayat 2 UU Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Menyatakan Bahwa Putusan Hakim Dasar Untuk Melaksanakan Eksekusi Harus Ditanda tangani Majelis hakim dan panitera pengganti.
3. Merujuk Pasal 197 Ayat (2) UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Menyatakan: “Pelaksanaan putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang- undang ini.
4. Merujuk Pasal 270 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Menyatakan: “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya;
5. Merujuk Pasal 273 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Menyatakan: “Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa”
6. Pasal 3 Juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI, Menyatakan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”;
Lipsus: Khs