Jakarta, Suarakita.id
Kekerasan melalui tindakan diduga turut dilakukan Abdullah bin Umar Albar (Bos Duta Fadalima-red). Hal itu terkuak (7/5/2025) saat korban, Euis Ernawati (43 Th) saat mengambil hasil Rontgen Orthopedhi di RSUD Pasar Rebo, Jaktim.
Tindakan yang secara eksplisit disebut sebagai KDRT Non Verbal ditujukan untuk merendahkan, menghina, atau menciptakan ketidaknyamanan pada korban. “Dia berkali-kali melarang tidak memberikan izin untuk melakukan kegiatan tertentu diluar rumah,” ungkap Euis Ernawati memelas.
Kronologi Kasus “Pertikaian Keluarga” Ketua Relawan Tegak Lurus Prabowo Korwil Jakarta Timur “Terendus”, sebagaimana dipaparkan Euis Ernawati.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan kronologi dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan pihak manapun.
Nama : EUIS ERNAWATI
Umur : 43 Thn
Alamat : Jl. Batu Ampar IV No.2A RT.008/RW.005
Kel. Batu Ampar Kec. Kramat Jati Jakarta Timur 13520.
Perjalanan Hidup saat bersama Habib Abdullah bin Umar Albar (59 Thn) berdomisili ditempat kediaman yang sama, sebelum pisah rumah sejak lebaran 1446 Hijriyah.
Berawal dari telepon Whatts App salah sambung (3 April 2021) oleh Sdr. Habib Abdullah dikira saudara dari kerabat dekat Euis Ernawati dalam kapasitas PLT. Ketua Relawan Tegak Lurus Prabowo Korwil Jakarta Timur.
Awal mula saya sosok seorang Ibu Euis Ernawati enggan niat untuk berlanjut kenalan. Tapi, dia (Sdr. Habib Abdullah-red) dengan gelagat setengah memaksa untuk saling kenalan.
Selama kurang lebih tiga tahun perkenalan via online dan sambil lanjut bertelepon WA hampir setiap malam hingga larut pagi. Dengan alasan, dia (Habib) payah tidur bila tidak ditemani online lebih dulu. Bahkan akhirnya kebiasaan buruk itu mulai meradang kepada diri saya (Euis Ernawati) gegara bujuk rayuan seorang Habib Abdullah.
Dan saya tadinya bekerja swasta keseharian sampai tidak diperbolehkan bekerja diluar rumah. Ironi memang, ia pun menunjukkan kemuliaan seorang pria bergelar Habib dengan mengiming-imingi uang tambahan sebagai pengganti uang yang rutin dikasi lantaran tak bekerja lagi seperti sediakala.
Setelah saling mengenal lebih jauh, dan mulai membahas soal jenjang perkawinan kami. Padahal waktu itu, rencana awal saya ingin mengurus lebih dulu surat perceraian saya dengan mantan suami sebelumnya di Pengadilan Agama setempat. Lalu, ia Habib menawarkan nanti saja belakangan urusnya usai menikah dengannya.
Akhirnya ending yang ditunggu pun tiba. Saya pun setuju dengan bujuk rayuan Habib Abdullah untuk menikah siri terlebih dahulu di kampung kelahiran di Cianjur, Jawa Barat. Sedari mengusung gelar Habib, pada akhirnya mama selaku orangtua pun merestuinya.
Dipikiran saya, waktu itu sosok imam seorang Habib pasti dibanggakan oleh kerabat dekat/keluarga inti. Pasalnya, mama saya juga berpikir sama seperti saya. Bakal Habib Abdullah menjadi Ayah untuk anak kandung saya dan Imam panutan bagi keluarga. Konkretnya Habib adalah Imam untuk mengajari agama lebih dalam untuk kehidupan sehari-hari.
Tibalah waktu pernikahan dan semua kaum hawa pasti bakal menanti dengan senang hati. Nikah dihari Sabtu, persis 17 Pebruari 2024 dengan nuansa sederhana dihadiri beberapa keluarga inti saja.
Pada hari Rabu, tgl 21 Pebruari 2024. Saya langsung diajak Habib Abdullah berangkat ke Jakarta tanpa keikutsertaan anak laki-laki “semata wayang” saya.
Sebelum sampai rumah di Jakarta, dia Habib Abdullah mengajak saya untuk bermalam dan menginap semalam di salah satu hotel Kota Cianjur, Jawa Barat.
Perihal putra saya tak ikut serta dikarenakan saat itu masih ada jadwal belajar-mengajar di sekolah kampung saya. Saat menginap ada terjadi beberapa kejanggalan hingga kebiasaan dia (Habib) yang enggan menunjukkan kesan romantisme dari sosok pengantin baru. Seperti bermanjaan hingga bermesraan kerap tak pernah kami berdua lakukan.
Padahal biar pun didahului pernikahan siri (dengan iming-iming nikah resmi KUA setelah sampai Jakarta-red).
Setibanya hari Kamis, 22 Pebruari 2024 di kediaman Habib di Jakarta Timur. Mulai badan saya merasakan kelelahan berlebihan dan tak pernah berasa rehat lantaran beberapa kesibukan ibu rumah tangga antara lain mulai membersihkan rumah (luluh-lantah), mengepel lantai bahkan sampai mencuci gosok.
Nyaris pekerjaan bak asisten rumah tangga pun turut saya lakukan demi seorang Habib Abdullah. Dipanggil bila ia ingin makan, dan minum juga tetap rutin saya layani. Meminta untuk membeli rokok dan kebutuhan rumah ikut juga saya lakukan.
Ada hal dan kerap menjadi pertanyaan selalu menempel dibenak saya (Euis Ernawati) kenapa saya gak pernah sekalipun diajak ngobrol santai layaknya suami dan istri yang harmoni.
Berasa satu atap, namun nyaris gak pernah bersenda-gurau bahkan layaklah diri disebut berperan sebagai ART. Itu terkuak dari sikap seorang Habib Abdullah bin Umar Albar yang sering melakukan kesenangan diri dengan bermain tik tok dari mulai senja hingga larut malam bahkan sampai Sholat Subuh tak jarang terlewatinya.
Alibi sakit dan pusing kepala dan tak punya uang kerap berulang menjadi jurus ampuh bila saya ingin bertanya kepada dia (Habib). Dan itu semua mesti dimaklumi lantaran saya hanya berperan seorang istri yang Soleha dan tak boleh melawan.
Hari demi hari berlalu, janji-janji manis pun selalu ditebarkan kepada saya. Mulai janji nikah resmi di Kantor Urusan Agama, setelah ada di Jakarta. Hingga dia (Habib) menyuruh saya supaya putra semata wayang saya agar pindah sekolah yang ada di Jakarta.
Mulai dari mengurus perpindahan antar Provinsi yakni dari Jawa Barat ke Daerah Khusus Jakarta ikut saya lakukan dengan penuh keikhlasan.
Bahkan ketika saya menanyakan hal terkait urusan perceraian dengan mantan suami sebelumnya juga tak kunjung dilakukan. Janji tinggal janji surut berpantang. Meskipun tiga bulan pertama tinggal hidup serumah Jakarta, dia (Habib) sempat melakukan hal-hal positif seperti membelikan buah tangan beberapa kardus kurma untuk dibagi-bagi ke keluarga mama di Cianjur saat bulan Ramadan pertama kali saya tinggal di Jakarta (1445 H/2024 M).
Memang diakui, awal tiga bulan hidup bersama, saya sempat merasakan untuk menyiapkan uang THR lebaran kepada kerabat inti termasuk mama namun Ramadan 1446 H/ 2025 M) hal tersebut tak pernah terjadi lagi.
Sepuluh bulan pernikahan terjadi, waktu itu alibi setiap ditanya belum ada uang untuk urusan perceraian saya. Untuk bulan Ramadan 1446 H/2025 M pun begitu terasa lain seperti biasa. Bingkisan kurma, alat sholat hingga uang THR itu tak pernah lagi diadakannya untuk keluarga inti di Cianjur.
Selama kurun waktu berjalan, saya tak pernah sekali pun berasa diperlakukan sebagai seorang istri dari Habib bernama Abdullah. Bahkan saya enggak sempat dan terpikir untuk mencari tahu tentang kegiatan rutin saban malam hingga larut pagi yang ia (Habib) lakukan diruang tamu depan. Bilangnya dia (Abdullah) dikenal sebagai Bos TKW (PT Duta Fadalima Jln. Inpres Raya Tengah).
Sampai akhirnya dia pun menyuruh mama, orangtua saya agar segera berangkat bolak-balik Jakarta. Hal itu upaya biar saya dan putra saya berasa nyaman ada teman bercanda di setiap kesehariannya.
Pada akhirnya mencuat Desember 2024, ada bunyi nada WA ke ponsel saya. Isinya berbunyi pesan dari suami teman saya. Ternyata saya pun mengenal isi dari pesan tsb. “Tanpa basa-basi pria itu mengirimkan hasil _screenshoot_ dari percakapan istrinya.” Itu kelakuan dari suami kamu (Euis Ernawati-red) sebut pesan WA. Saat itu berasa gak percaya atas kelakuan dia (Habib). Usai saya baca, isi tsb justeru membikin aib dan membuat diri saya malu membacanya. Dengan karakter kalimat tak bermoral, menelaah satu demi satu pesan WA nya Habib. Jadi teringat dibenak saya tentang perlakuan suami saya itu (Habib Abdullah) selama menjalin mahligai rumah tangga. Nyaris anak semata wayang saya itu tak pernah diajak bercanda apalagi menegurnya dari sosok figur Habib Abdullah.
Pernah saya sadar dan rasakan, saat (tengah malam) anak saya itu memanggil manggil saya dari luar kamar terdengar suaranya menangis. Dia Habib Abdullah justeru marah dan nada kesal mengingatkan kepada saya kalau hal itu tak boleh terulang lagi kesekian kalinya.
Sejak saat itu (saya lupa tanggalnya) ia menyuruh saya untuk tidur bersama anak laki-laki saya yang masih duduk kelas 2 sekolah dasar negeri di Jakarta Timur. Berkutat tidur dengan anak dan mama menjadi bayang-bayang setiap malam selama tinggal Jakarta. Bila Habib Abdullah butuh pelayanan diranjang, maka dengan segera dia memanggil ke pesan Whatts App saya dan itu dilakukan bisa berulang.
Yang menjadi pertanyaan kecil saya dan menjadi esensi pembeda, dihari Fitri bulan baik dia_Habib Abdullah bin Umar Albar_yang selalu membanggakan dan menyombongkan diri menalak cerai saya, Euis Ernawati disaat hendak perjalanan mudik dari Bogor bersama mama dan keluarga tercinta.
“ASSALAAMU’ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKAATUH,, MINAL AIDZIN WAL FAIZIN MOHON MA’AF LAHIR DAN BATHIN. AKU MOHON MA’AF SEBELUMNYA DAN DEMI KEBAIKAN KITA KEDEPANNYA MULAIN HARI INI KAMIS TANGGAL 3-APRIL-2025 KITA PUKUL TIDAK BISA HIDUP BERSAMA LAGI/ AKU CERAIKAN KAMU. KAMU AMBIL BARANG BARANGMU DAN URUS PINDAH SEKOLAH SI DEDE BARU KEKURANGAN HUTANGKU SAMA KAMU AKU KIRIM. SEBELUM BALIK TLP WAWAN DULU APA DIA SUDAH ADA DI JAKRTA ATAU MASIH BELUM.????????” demikian isi chat pesan singkat dia (Habib Abdullah) sampai membikin diri saya frustasi dan jatuh sakit hingga saat surat ini ditulis keadaan diri saya dalam kontrol pengobatan yang ditangani dokter spesialis oleh pihak RS. Pasar Rebo.
Catatan penting dan perlu disampaikan ke publik, janji komitmen dia (Habib) yang rutin memberikan uang nafkah setiap bulannya sebesar Rp.5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) termasuk saat menalak cerai, dia memberikan uang Iddah sebesar Rp.5.000.000,- untuk tenggat waktu 3 (tiga) bulan.
Dengan tegas, melalui mandat saya selaku PLT Ketua Relawan Tegak Lurus Prabowo Korwil Jakarta Timur dengan ini menentang keras dan meminta kembalikan hak sehat saya selaku istri korban dari “KDRT Non Verbal”.
Terimakasih atas support mama saya “Imas Masriah” baik tenaga hingga waktu luang yang telah diberikan secara perhatian khusus termasuk Ketua Presidium Relawan Tegak Lurus Prabowo selaku Pimpinan Pusat Bp. Ir. H. Arse Pane. Jazakumullah Khairan Katsiroh. (***)