Beri Kuliah Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum, Bamsoet Ingatkan Perlunya Penyederhanaan Regulasi di Indonesia*

 

*JAKARTA* – Anggota DPR RI sekaligus Dosen Pascasarjana Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universita Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN) Bambang Soesatyo menuturkan obesitas regulasi merupakan persoalan serius yang mengakar dari kompleksitas sistem hukum Indonesia. Obesitas regulasi terjadi karena banyaknya peraturan yang tumpang tindih, desentralisasi pembentukan regulasi, dan kurangnya koordinasi antar instansi.

Fenomena ini terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari undang-undang (UU) di tingkat pusat hingga peraturan daerah (Perda) di tingkat lokal. Dampaknya tidak hanya menghambat efisiensi pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Seperti diketahui, total jumlah regulasi di Indonesia ada 42.161. Terdiri dari 131 undang-undang, 526 Peraturan Pemerintah, 839 Peraturan Presiden, 8.684 Peraturan Menteri, 15.982 Peraturan Daerah dan 4.711 Peraturan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK).

“Untuk mengatasi hal ini, diperlukan reformasi regulasi yang komprehensif dengan pendekatan penyederhanaan regulasi, penguatan kelembagaan, dan peningkatan partisipasi publik dalam proses legislasi. Upaya terkoordinasi dari seluruh pemangku kepentingan akan menjadi kunci untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang lebih efisien, terintegrasi, dan mendukung pembangunan nasional secara menyeluruh,” ujar Bamsoet saat mengajar mata kuliah ‘Pembaharuan Hukum Nasional’, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur di Jakarta, Sabtu (12/4/25).

Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, struktur regulasi di Indonesia terdiri dari berbagai tingkatan mulai dari UUD hingga peraturan daerah. Saat ini terdapat lebih dari 43.800 regulasi aktif di Indonesia terdiri dari peraturan pusat, peraturan menteri, dan peraturan daerah. Dengan jumlah terbesar diantaranya peraturan menteri dan peraturan daerah.

Banyaknya instansi yang berwenang dalam merumuskan regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah, turut menyebabkan terjadinya ketidakteraturan dan konflik antar peraturan. Hal ini diperparah oleh perbedaan interpretasi dan kurangnya koordinasi antara produk hukum dari berbagai instansi, sehingga menciptakan duplikasi dan inkonsistensi.

“Obesitas regulasi akan memberikan dampak luas. Diantara, menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi, menghambat pelayanan publik serta menimbulkan ketidakpastian hukum dan litigasi. Banyak investor enggan menanam modal di Indonesia karena ketidakpastian regulasi yang kompleks. Selain itu, tumpang tindih peraturan membuat birokrasi tidak efisien, mempersulit implementasi kebijakan dan memperlambat respon pemerintah terhadap permasalahan di masyarakat,” urai Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia memaparkan, untuk mengatasi obesitas regulasi perlu dilakukan penyederhanaan dan harmonisasi regulasi. Konsep omnibus law merupakan salah satu terobosan hukum untuk mengintegrasikan berbagai peraturan sektoral menjadi satu undang-undang yang komprehensif, sederhana, dan terintegrasi. Penerapan omnibus law dapat mengurangi jumlah regulasi yang bertumpang tindih dan menyederhanakan mekanisme perizinan serta tata kelola hukum secara keseluruhan.

“UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah dalam mengatasi obesitas regulasi, terutama di sektor ekonomi dan investasi. Data realisasi investasi pasca UU Cipta Kerja menunjukkan tren positif, meskipun banyak faktor lain yang mempengaruhi. Namun, tantangan implementasi peraturan turunannya, baik berupa PP, Perpres dan Permen, masih perlu menjadi perhatian. Termasuk memastikan sinkronisasi dengan Perda,” jelas Bamsoet.

Dosen tetap Universitas Pertahanan dan Universitas Jayabaya ini menguraikan, pemerintah perlu melakukan simplifikasi melalui evaluasi menyeluruh terhadap peraturan yang ada dan pencabutan regulasi yang tidak perlu. Harus dilakukan inventarisasi dan evaluasi regulasi secara berkala untuk mencabut atau merevisi peraturan yang sudah tidak relevan, tumpang tindih, atau kontraproduktif.

“Peningkatan koordinasi di antara kementerian dan lembaga pemerintah merupakan langkah strategis untuk menghindari tumpang tindih dan memastikan penyusunan regulasi yang harmonis. Perlu juga dibentuk
lembaga tunggal (single centered body) yang mengurusi peraturan perundang-undangan dan berada di bawah pengawasan langsung presiden untuk memastikan integrasi, konsistensi, serta efektivitas regulasi,” pungkas Bamsoet. (*)

Pos terkait