Arifin Yunus, Ketua Badan Buruh & Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3) Perwakilan Jeddah kepada suarakita.id menyampaikan via Wa.(19/06/2022)
Pria asli Cianjur ini menjelaskan bahwa posisinya relawan murni, tidak pernah meminta apa-apa kepada pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Jeddah, Arab Saudi yang meminta bantuannya.
Dirinya menjadi relawan mulai dari tahun 2018, dan dipercaya Pemuda Pancasila mulai tahun 2020. Ia membantu tidak pernah membedakan, siapa saja PMI dan dari mana saja minta bantu, selalu diusahakannya secara maksimal.
Menurutnya, selama menjadi relawan, begitu banyak masalah PMI di Arab Saudi yang lapor dan meminta pertolongannya, mulai dari yang sakit, termasuk diantaranya yang selama 14 tahun tidak dibayar gajinya dan tidak diberikan ijin cuti pulang.
Namun ia menyayangkan, menurutnya pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dirasa lamban terhadap permasalahan yang dilaporkannya.
“Keduanya saat dilapori hanya menjawab, tidak ada datanya dan setelah itu tidak ada tindak lanjut.
Padahal cukup diketik nama dan tempat dia bekerja, akan muncul data-data,” ujar Arifin Yunus.
Lanjutnya, berbeda jika yang melaporkan dari perwakilan partai politik Indonesia yang ada disana, terkesan cepat diresponi. Padahal menurutnya, pihak KJRI tentu bisa melihat yang mana relawan-relawan yang benar-benar membantu PMI yang mengalami permasalahan.
Oleh karena itu, Lanjutnya, dalam kesempatan ini sekaligus melaporkan kepada Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila serta B2P3 Pusat sebagai sayap Pemuda Pancasila agar menyurati KJRI di Jeddah, KBRI di Riyadh juga Kementerian Luar Negeri agar lebih banyak PMI yang mengalami permasalahan lebih cepat tertangani. “Sesalah apapun warganya, negara harus membela warganya di luar negeri,” ujarnya.
Moratorium mulai 2011, sementara jawaban KJRI yang menyatakan tidak ada datanya terkait PMI yang mengalami permasalahan. Kiranya sudah saatnya moratorium ditinjau kembali untuk mengoptimalkan devisa yang masuk ke negara dari sektor ini.
Sisi lain juga perlu dikaji mengapa moratorium hanya diberlakukan di Arab Saudi, sedangkan yang lain termasuk Asia Pasifik tidak. (Tim suarakita.id)