Jakarta – TIDAK saja mengganggu stabilitas tatanan Hukum Tata Negara tapi juga merusak Tatanan Hukum dan Demokrasi di Indonesia. Karena itu, keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjadi musuh bersama yang harus dilawan.
Hal itu ditegaskan Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Advokad Indonesia (IKADIN) Penta Peturun kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (4/3/23).
Menurut Penta, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang menunda Pemilu hingga tahun 2025 adalah putusan tidak dapat diterima logika dan akal sehat manusia.
“Dampak buruk dari putusan PN Jakarta Pusat ini tidak saja destruktif bagi marwah eksistensi stabilitas Tatanan Hukum Ketatanegaraan di Indonesia tapi juga secara interaktif merusak Tatanan Hukum dan Demokrasi di Tanah Air,” kata Penta Peturun.
Penta mengatakan bahwa falam konteks kehidupan demokrasi dan politik di Indonesia, putusan PN Jakarta Pusat sama artinya dengan membunuh hak demokrasi dan politik rakyat. Bahkan menghilangkan hak-hak bersama setiap warga negara Indonesia.
Di sisi lain, Penta yang juga Ketua Ikadin Lampung ini mengingatkan bahwa fungsi peradilan perdata itu merupakan sarana penyelesaian sengketa perdata. “Sifatnya privat yang melindungi hak-hak perdata seseorang. Tujuan akhirnya dari proses peradilan itu adalah adanya kompensasi dan atau penetapan hak-hak perdata individu terkait,” ujar Penta.
Menurut Penta, pengadilan perdata tidak boleh mencabut hak perdata orang lain yang tidak terlibat dalam sengketa.
“Di dalam kasus ini parahnya, pengadilan mencabut hak publik warga negara. Hak politik warga negara dan hak berdemokrasi rakyat Indonesia,” tandas Penta.
Putusan PN Jakarta pusat itu, bertentangan dengan Pasal 3 BW (Burgeelijk Wethoek voor Indonesie). Bahwa “Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala hak-hak kewarganegaraan.“
0leh : PENTA PETURUN, SH